SURABAYA, Tugujatim.id – Sebanyak 50 persen aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali bekerja secara work from home (WFH) per Senin (21/08/2023) hingga dua bulan ke depan 21 Oktober 2023. Aksi ini buntut dari upaya menekan tingginya kasus polusi udara.
Karena itu, kebijakan tersebut ditetapkan guna mengurangi polusi udara dan kemacetan di ibu kota. Selain itu, juga untuk berlaku persiapan dan pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN pada 4-7 September 2023.
Pada 10 Agustus 2023, DKI Jakarta menempati posisi pertama sebagai kota dengan polusi terkotor nomor 1 di dunia. Menurut data IQAir, di tanggal tersebut, Jakarta masuk ke kategori tidak sehat dengan indeks AQI 156 dan PM2.5 dengan konsentrasi sebanyak 58 mikrogram per normal meter kubik.
Angka tersebut hampir 12 kali lebih banyak dari nilai panduan kualitas udara tahunan yang oleh WHO. Jakarta mencapai kondisi terburuknya di atas beberapa negara di dunia.
Lalu Bagaimana dengan Kualitas Udara di Surabaya?
Berdasarkan pantauan Tugujatim.id pada Senin (21/08/2023) melalui IQAir, indeks kualitas udara (AQI) Kota Surabaya berada di kategori sedang dengan angka 61 dengan konsentrasi 17 mikrogram per normal meter kubik. PM2.5 di Kota Surabaya saat ini 3.4 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.
Kategori ini memasukkan udara di Kota Surabaya masih dalam tahap layak hirup. Beberapa waktu lalu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya juga mencatat sepanjang Januari hingga Juli 2023, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) memiliki kualitas baik hingga sedang dan Indeks Standar Polutan (PSI) bervariasi.
“Nilai ISPU selama 212 hari antara Januari-Juli 2023, kondisi udara di Kota Surabaya 100 persen tidak ada satu pun yang tidak layak hirup. Kondisi baik dengan nilai PSI 58 (26,48 persen) dan kondisi sedang nilai PSI-nya 154 (73,52 persen),” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya Agus Hebi Djuniantoro.
Kemudian pantauan per 1-14 Agustus 2023, ISPU Surabaya berada di angka 60-68 PSI. Sehingga bisa dikatakan masih aman dan layak hirup.
“Tanpa masker pun nggak masalah,” imbuhnya.
Untuk mencegah penurunan kualitas udara, Pemkot Surabaya melalui DLH telah melakukan berbagai upaya. Di antaranya penanaman ribuan pohon di sepanjang jalan. Sebab, penyumbang polusi udara di Surabaya mayoritas berasal dari kendaraan bermotor dan industri.
“Kami mengingatkan warga untuk tidak bakar sampah sembarangan. Itu sudah dilarang dan tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan di Kota Surabaya. Dendanya Rp75 ribu,” ujarnya.
Writer: Izzatun Najibah
Editor: Dwi Lindawati