SIDOARJO, Tugujatim.id – Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor kini berstatus sebagai tersangka kasus korupsi, setelah Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menetapkannya pada Selasa (16/04). Gus Muhdlor diduga memangkas insentif Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Badan Penyelanggara Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo dengan total nilai Rp2,7 Miliar.
Selain Muhdlor, kasus ini juga menjerat Kepala BPPD Sidorjo, Ari Suryono dan Kabag Umum dan Kepegawaian, Siska Wati yang sebelumnya telah ditetapkan tersangka.
Kendati ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (16/4/2024) pagi, Gus Muhdlor tidak langsung menjalani penahanan oleh KPK, sebagaimana banyak kasus yang lain.
Pakar Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Iqbal Felisiano mengatakan terkait penahanan diatur dalam Pasal 1 butir 21 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
“Disebutkan, pehanan adalah penempatan tersangka atah terdakwa di tempat tertentu oleh pihak penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penempatannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini,” katanya saat dikonfirmasi, Rabu (17/4/2024).
Sehingga, perintah penahanan bisa dilakukan terhadap tersangka yang diduga kuat melanggar tindak pidana apabila barang bukti yang diproses KPK sudah cukup.
“Dalam konteks pelaksanaan penahanan, menjadi wewenang penyidik yang didasarkan pada terpenuhinya syarat-syarat alasan yuridis (Pasal 21 ayat 4 KUHAP) dan alasan kekhawatiran Penyidik (Pasal 21 ayat 1 KUHAP),” ucapnya.
Sehingga, dalam sistem yuridis, keadaan ini dapat menimbulkan khawatiran bagi tim penyidik kepada tersangka yang berpotensi menghilangkan barang bukti.
“Akan tetapi Hal ini juga tergantung pada syarat yang saya sebutkan sebelumnya karena penyidik yang paling mengetahui hal tersebut,” bebernya.
Sebelumnya, kuasa hukum Muhdlor juga sempat menyebutkan bahwa barang bukti uang senilai Rp69,9 Juta yang disita tidak cukup kuat kasus tersebut ditangani KPK.
Akademisi lulusan Uniersity of Washington tersebut mengatakan, jika jumlah uang yang disita KPK tersebut tidak menjadi alasan KPK untuk menangani dugaan tindak pidana korupsi.
Sebab, kalau didasarkan pada Pasal 11 UU KPK, selain menyangkut kerugian negara minimal Rp1 miliar dalam Pasal 11 huruf C, KPK juga berwenang dalam melakukan penanganan dugaan tindak pidana korupsi.
“KPK bisa menangani kasus dugaan korupsi apabila melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang, lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara,” ujarnya.
“Selain itu jika kasus dugaan korupsi ini mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dehingga menurut saya sudah tepat KPK menangani perkara tersebut. Di sisi lain, barang bukti yang disita tersebut tidak serta menunjukkan berapa total kerugian negara yang ditimbulkan,” tandasnya.
Reporter: Izzatun Najibah
Editor: Darmadi Sasongko