Tugujatim.id – Agenda duplik atau jawaban atas replik jaksa yang dibacakan kuasa hukum Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi mengungkap 70 kejanggalan dalam dakwaan jaksa pada Senin (31/10/2022). Melalui kuasa hukumnya, Gede Pasek Suardika atau akrab disapa GPS menjelaskan, dalam duplik setebal 153 halaman ini, dia sengaja menjabarkan kejanggalan yang selama ini disebutnya ada dalam dakwaan.
Bahkan, dia mengatakan, kejanggalan itu disebut menjadikan kasus ini sarat dengan rekayasa.
“Sebenarnya secara lembaran lebih sedikit dari (pledoi) kemarin. Tapi memang lebih detail, kami menyampaikan ada 70 kejanggalan. Secara detail, kami urut dari proses ini dengan harapan betul-betul JPU dan hakim tahu. Kalau kasus biasa tidak mungkin kejanggalannya banyak,” ujarnya pada Senin (31/10/2022).
Also Read
Dia menyebut, 70 kejanggalan yang diulasnya dalam duplik merupakan temuan peristiwa selama proses sidang berlangsung. Termasuk pengungkapan soal peristiwa pertama dan peristiwa kedua.
“Jujur kalau dilihat pada 29 Oktober 2019 itu yang mengaku korban melapor polisi. Tapi, pada 31 Oktober 2019, Polres Jombang sudah mengeluarkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) atas nama pelapor. Artinya, peristiwa sama, visum sama, semua dengan dakwaan sekarang. Hanya beda satu di SP3, kemudian entah bagaimana selisih hari ini melapor dua hari kemudian ada SP3. Kemudian kasus tetap berlanjut, itu bagian potret sederhana betapa kasus ini sangat kuat rekayasa dan pemaksaannya,” tambahnya.
Dia menjelaskan, kasus di SP3 memang bisa diproses ulang, tapi tidak mudah. Sebab, ada urusan kepastian hukum. Syaratnya, memang ada novum atau peristiwa yang baru di luar yang sudah disidik. Atau dengan mekanisme praperadilan dari pelapornya yang dikabulkan hakim praperadilan.
“Karena kalau kasus SP3, apalagi selisihnya dua hari kan aneh. Kan nekan dan proses kasus ini pada Polres Jombang, alat buktinya sama. Tidak ada alat bukti tambahan. Kan aneh, artinya mengingkari keputusannya sendiri. Sebenarnya SP3 itu bisa diperiksa ulang kalau ada novum baru,” tegasnya.
Kejanggalan soal SP3 dibahas secara khusus di dalam duplik karena perkara yang di SP3 itu menyangkut korban yang sama, alat bukti yang sama, dan kronologis cerita yang sama. Dan dengan tegas disebutkan kasus itu dinyatakan tidak cukup bukti. Hal ini sebagaimana tercantum dalam SP3 dengan nomor Sprin/198/X/RES.1.24/2019/Satreskrim Res Jombang.
“SP3 keluar 31 Oktober 2019, sementara lapor kembali 29 Oktober 2019. Selisih 2 hari kasusnya dilanjutkan hingga dituntut maksimal 16 tahun. Lalu makna SP3 yang menyatakan tidak cukup bukti itu apa? Belum lagi P19 yang mencapai 6 kali lebih bolak-balik. Bagaimana publik meyakini itu profesional? Jelas itu sudah rekayasa struktur. Semoga majelis hakim teguh dengan keyakinannya untuk menegakkan keadilan,” katanya.
Selain soal SP3, kejanggalan yang kembali diungkap adalah soal timbulnya hasil 3 visum. Kemunculan 3 visum dalam perkara yang sama itu disebutnya sebagai bukti nyata adanya upaya rekayasa kasus.
“(Tiga) visum yang dipakai itu sudah termasuk dalam pembuktian itu. Hari ini (31/10/2022) dimunculkan lagi di sini. Kalau bukan rekayasa, tolong kasih saya nama lain. Penegak hukum tolong berikan saya contoh penyidikan seperti ini. Yang pasti fakta dari pengakuan itu tidak pernah diklarifikasi, langsung tersangka. Jadi, kejanggalan ini kami ungkap di dalam persidangan sekarang,” ujarnya.
Dia berharap orang-orang yang menyayangi Mas Bechi terus berjuang.
“Kami berharap yang menyayangi Mas Bechi dan warga Shiddiqiyyah Jombang melanjutkan perjuangan dengan doa sampai sidang putusan 17 November 2022. Doa memusat kepada kemuliaan Tuhan Yang Maha Adil,” tambahnya.
Sementara itu, dalam sidang kali ini aksi demo sempat mewarnai Pengadilan Negeri Surabaya. Demo digelar massa yang mengatasnamakan diri sebagai Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia (PCTAI).
Massa yang berasal dari berbagai lintas agama dan organisasi keagamaan itu menggelar doa bersama, memberikan dukungan pada hakim dan Mas Bechi. Dalam orasinya, orator menyebut agar hakim dapat membebaskan Mas Bechi dari seluruh tuntutan jaksa.
“Mari kita doakan agar hakim dan Mas Bechi diberikan keselamatan dan dibebaskan dari hukuman,” ujar salah satu orator.
Menanggapi duplik ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Jaya menganggap duplik Mas Bechi itu tidak jauh berbeda dengan yang disampaikannya dalam pledoi atau pembelaannya. Dalam duplik tersebut, jaksa menganggap Mas Bechi hanya minta dibebaskan dari semua tuntutan.
“Ya, intinya hanya minta dibebaskan saja,” ujarnya. (*)