NGAWI, Tugujatim.id – Pernah mendengar tentang Kampung Kerbau? Hewan dengan tanduk dan warna kulit yang khas ini ternyata diternakkan dalam jumlah besar oleh warga di Desa Banyubiru, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Dengan populasi kerbau yang mencapai ratusan ekor, tak heran desa ini dikenal sebagai Kampung Kerbau. Daya tarik semakin bertambah seiring dengan adanya gelaran tradisi Gubrekan Mahesa dan Karnaval Kerbau yang diselenggarakan setiap tahun.
Perlahan, Kampung Kerbau menjadi salah satu andalan wisata di Kabupaten Ngawi. Wisatawan yang datang tak hanya dari warga sekitar, namun juga dari luar daerah bahkan luar negeri. Keunikan dan tradisi yang dilestarikan oleh masyarakat menjadi faktor utama yang menjadikan wisatawan tertarik untuk datang.
Tradisi Gubrekan Mahesa dan Karnaval Kerbau di Ngawi
Wisata budaya yang dimiliki oleh Desa Banyubiru adalah Gumbrekan Mahesa dan Karnaval Kerbau. Kegiatan adat yang dilaksanakan oleh Kelompok Sadar Wisata Desa Banyubiru ini, juga masih terikat dengan hukum adat istiadat masyarakat setempat.
Warga desa harus mengikuti acara tersebut agar tidak mendapatkan sejumlah denda. Bila tak mengikutinya, maka warga tersebut harus memberitahukan alasannya pada ketua adat setempat. Jika tidak, maka terdapat sejumlah denda yang dikenakan.
Pelaksanaan tradisi Gumbrekan Mahesa dan Karnaval Kerbau ini menjadi salah satu bentuk ungkapan rasa syukur para petani dan peternak kerbau atas nikmat Tuhan. Tradisi ini tak hanya menjadi ritual tahunan saat musim panen tiba.
Tradisi Karnaval Kerbau di Desa Banyubiru menampilkan arak-arakan kerbau di tengah-tengah tanah lapang milik Perhutani Ngawi. Pada saat itu, area tersebut akan berubah menjadi lautan kerbau yang berjalan tak tentu arah.
Ratusan warga dari desa tersebut dan sekitarnya akan antusias menyaksikan kegiatan tersebut sejak pagi hari. Sebelum kerbau diarak, terlebih dahulu diambil dari kandangnya dan dibawa ke sungai untuk dimandikan.
Selain karnaval, acara juga diisi dengan penyajian tumpeng besar, lengkap dengan berbagai lauk pauk serta hiasan warna-warni. Nasi tumpeng yang dibawa dengan tandu bambu itu menjadi symbol syukur masyarakat atas hasil bumi dan hewan kerbau yang mereka pelihara.
Tradisi Beternak Kerbau di Dusun Bulak Pepe, Kabupaten Ngawi
Kerbau dipilih sebagai hewan yang diternakkan dan dirayakan dalam ritual karena memiliki mitos tersendiri. Pada zaman dahulu, masyarakat menganggap kerbau sebagai “rojokoyo” yang dapat membantu mereka menggarap sawah. Selain itu, karena mudah diternakkan, kerbau juga menjadi tabungan tersendiri bagi petani.
Di Dusun Bulak Pepe, kerbau-kerbau tersebut masih dipelihara secara tradisional. Para peternak biasanya menggembalakan kerbau dua kali sehari, yaitu pagi dan siang. Menjelang senja, ratusan kerbau akan dibawa melewati sungai yang terletak di muka dusun untuk minum dan berendam.
Setelah menggembala, peternak menempatkan kerbau-kerbau di kandang komunal yang menjadi penampungan hewan milik banyak warga. Kandang komunal tersebut terletak di pinggiran kampung, agak jauh dari permukiman.
Yang dimaksud kandang komunal ialah kandang kayu yang biasanya berukuran 6 x 9 meter. Warga mulai membangun kandang komunal karena sadar akan pentingnya menjaga kesehatan dan tidak membiarkan kotoran kerbau di sepanjang jalan desa. Peternakpun menyiapkan jerami sebagai pakan alternatif di kandang.
Kerbau Sebagai Sarana Investasi
Berpeternak kerbau merupakan kegiatan penting bagi warga Kampung Kerbau di Dusun Bulak Pepe. Tidak hanya sebagai tradisi, warga juga memanfaatkan kerbau sebagai sebuauh investasi. Warga menganggap kerbau atau “Mahesa” sebagai simbol kekayaan.
Masyarakat memilih kerbau karena mudah diternakkan. Kerbau juga tak mudah terserang penyakit. Bahkan hewan ini dinilai lebih cepat dalam proses reproduksi daripada sapi. Para peternak juga beranggapan bahwa jumlah daging yang dihasilkan kerbau lebih banyak dari sapi.
Para peternak biasa menjual kerbau saat ada pembeli yang langsung datang ke rumah mereka. Masyarakat tak terbiasa menjualnya ke pasar hewan layaknya sapi. Bahkan sistem penjualan ini juga dianggap turun-temurun sejak nenek moyang.
Jumlah populasi kerbaupun terus meningkat setiap tahunnya. Kini setidaknya terdapat 700 kerbau, di mana tiap keluarga memelihara dua hingga puluhan ekor. Perkembangan populasi ini pun makin membuat Kampung Kerbau dikenal sebagai salah satu wisata di Jawa Timur.