MALANG, Tugujatim.id – Tugu Community bersama penerbit Mori berhasil menggelar bedah buku Falsafatuna karya Muhammad Baqir Shadr di salah satu kafe di Kota Malang pada Sabtu (30/7/2022) malam.
Hadir sebagai pembanding Prof Dr Djoko Saryono, guru besar sastra UM, dan dua santri, yaitu Achmad Khoiron Nafis sebagai penerjemah dan Herlianto. A sebagai pembanding dua. Keduanya
Hadir puluhan mahasiswa dari berbagai elemen, mulai dari pencinta satra, penyuka filsafat, pegiat literasi hingga beberapa mahasiswa dari kampus seperti Universitas Islam Malang dan UIN Maliki Malang. Para peserta tampak antusias yang ditunjukkan dengan banyaknya peserta menyampaikan pertanyaan, serta para peserta tidak ada yang beranjak sejak acara dimulai pukul 20.00 hingga acara selesai sekitar pukul 23.30 WIB.
Prof Dr Djoko Saryono memberikan penjelasan soal mengapa buku yang terbit pertama kali pada tahun 1959 itu kembali diminati hari ini di Indonesia. Menurutnya, saat ini di Indonesia ada tren untuk membaca karya-karya Timur Tengah, terlebih setelah adanya revolusi Iran.
“Memang sejak revolusi Iran 1979, buku-buku yang ditulis macam Ali Syariati, Murtadha Muthathhari, dst memang sudah digemari orang-orang Indonesia,” kata dia.
Namun demikian, lanjut Prof Djoko, di Indonesia ada pengereman yang dilakukan oleh pemerintahan rezim Orde Baru, dalam hal ini adalah Soeharto. Sehingga membuat buku-buku Timur Tengah, terutama dari dataran Persia tidak banyak yang diterjemahkan ke Indonesia.
“Era 70an itu, banyak cendekiawan kita yang terkekang oleh kebijakan Orde Baru untuk mengakses buku. Saya sendiri mau baca buku Indonesia di Bawah Sepatu Lars harus sembunyi- sembunyi di bawah meja,” kata dia.
Tak upa Prof Djoko memberikan apresiasi akan terbitnya terjemahan versi baru buku Falsafatuna. Karena setidaknya, ada tiga terjemahan yang saat ini beredar di Indonesia yaitu, versi Rausan Fikr dan Mizan.
“Tentu setiap penerjemahan ini memiliki perbedaannya sendiri, dan kekhasannya sendiri. Apalagi yang diterjemahkan di era yang berbeda,” kata dia.
Sementara itu, Ach Khoron Nafis, penerjemah buku tersebut mengatakan bahwa penerjemahan yang dilakukan awalnya iseng. Terutama ketika melihat hasil terjemahan Mizan dan Rausan Fikr ada beberapa yang kurang tepat ketika dibandingkan dengan versi asli buku Falsafatuna yang berbahasa Arab.
“Saya menerjemahkan buku ini sebenarnya iseng, karena sambil bekerja di pondok menyelesaikan pembangunan. Proses penerjemahannya sendiri sekitar satu bulan setengah,” kata santri dari Pesantren Luhur Baitul Hikmah tersebut.
Nafis, demikian sapaan akrabnya, mengatakan bahwa dalam karya terjemahannya itu dilengkapi dengan beberapa catatan kaki yang memberikan penjelasan pada beberapa konsep istila. Misalnya, konsep disposesi. Konsep ini dibahas cukup singkat oleh Baqir Shadr.
“Untuk tambahan pembahasan atas disposesi saya memberikan catatan kaki dari as Sayyid Munir al Khabbaz. Catatan ini penting untuk memberikan pembahasan yang lebih detil soal disposesi,” kata dia.
Adapun pembanding kedua, Herlianto. A yang juga redaktur Tugujatim.id, mengatakan bahwa buku Falsafatuna ini lahir untuk melawan materialisme, baik dalam arti komunisme maupun kapitalisme. Dua aliran ini sama-sama cinta materi, hanya bedanya, kapitalisme cinta materi untuk individu sementara komunisme untuk bersama.
“Materialisme bagi Baqir Shadr, baik dalam bentuknya komunisme-marxisme maupun kapitalisme sama-sama akan tergelincir,” kata dia.
Lalu Baqir Shadr, lanjut pria yang juga santri di Pesantren Luhur Baitul Hikmah itu, menawarkan alternatif yaitu immaterialisme. Caranya, dengan membedah materialisme dengan pisau epistemologi.
“Karena itu, buku Falsatuna dimulai dari epistemologi dan bukan ontologi sebagaimana biasanya dilakukan oleh para pemikir Islam klasik,” kata dia.
Lebih lanjut, kata Herlianto, buku Falsafatuna masih kontekstual untuk era hari ini. Memang sains telah berkembang, tetapi sains mulai meninggalkan hal yang hakiki pada manusia yaitu spritualitas. Kritik-kritik Baqir Shadr atas empirisme sains dan berbagai jenis realtivisme masi relevan hari ini.
“Baqir Shadr dengan kritik-kritik mengembalikan sisi spritual kahidupan yang dikuliti sedemikian rupa oleh sains,” kata dia.
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugujatim , Facebook Tugu Jatim ,
Youtube Tugu Jatim ID , dan Twitter @tugujatim