Tugujatim.id – Belum lama ini, warganet dihebohkan dengan ceramah Oki Setiana Dewi, seorang pendakwah sekaligus publik figur. Ceramah tersebut viral, lantaran dinilai menormalisasi kasus KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) karena dianggap aib rumah tangga.
Hal itu memicu polarisasi dan mengundang tanggapan dari sejumlah pihak. Banyak warganet yang memerotes, menolak, bahkan mencibir isi ceramah yang dilontarkan pedakwah itu.
Untuk diketahui, menurut UU No 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Jenis KDRT
Ternyata, KDRT tidak hanya kekerasan fisik semata melainkan memiliki beberapa jenis. Buku Psikologi Keluarga Islam karya Dr Hj Mufidah Ch MAg menjelaskan bentuk-bentuk KDRT sebagai berikut.
1. Kekerasan Fisik
Yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, luka berat, dan penderitaan fisik baik ringan maupun berat. Contohnya, memukul, melukai, menganiaya, membunuh, dan sejenisnya.
2. Kekerasan Seksual
Yaitu perbuatan dalam ranah seksual, yang dapat berupa pemaksaan hubungan seksual, pencabulan, dan pelecehan seksual dalam rumah tangga.
3. Kekerasan Psikis
Yaitu perbuatan tidak menyenangkan yang mengakibatkan penderitaan secara psikis, berupa ketakutan, kehilangan rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
4. Kekerasan Ekonomi
Yaitu penelantaran ekonomi dengan tidak menjalankan tanggungjawab untuk memberi nafkah dan hak-hak ekonomi kepada istri, anak, atau anggota keluarga lain. Termasuk perbuatan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi.
Ancaman Pidana Pelaku KDRT
Untuk melindungi dan menjamin hak-hak korban, pemerintah mengesahkan UU PKDRT. Regulasi ini memuat ancaman pidana bagi pelaku KDRT, di antaranya:
1. Kekerasan fisik diancam pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta (pasal 44 ayat 1).
2. Jika kekerasan fisik menyebabkan korban jatuh sakit atau luka berat, maka pelaku diancam pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 30 juta (pasal 44 ayat 2).
3. Jika kekerasan fisik menyebabkan kematian korban, maka pelaku diancam pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 45 juta (pasal 44 ayat 3).
4. Jika kekerasan fisik dilakukan suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan sehari-hari, maka diancam pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 5 juta (pasal 44 ayat 4).
5. Kekerasan psikis diancam pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 9 juta (pasal 45 ayat 1).
6. Kekerasan seksual diancam pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 36 juta (pasal 46).
7. Pemaksaan seksual terhadap orang dalam lingkup rumah tangga, diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan pidana penjara paling lama 15 tahun. Atau denda paling sedikit Rp 12 juta dan paling banyak Rp 300 juta
8. Penelantaran ekonomi diancam pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta (pasal 49).
Sayangnya, regulasi ini mengharuskan adanya aduan dari pihak korban. Sebab, tindak pidana kekerasan psikis, seksual, dan fisik termasuk delik aduan.
KDRT Bukan Aib
Isu ceramah KDRT itu pun ditanggapi oleh Dwi Rubiyanti Kholifah (Ruby Kholifah). NUOnline melansir, Direktur AMAN (The Asian Muslim Action Network) Indonesia tersebut menyatakan bahwa KDRT bukanlah aib melainkan tindakan kriminal.
Sementara Hj Mufidah dalam bukunya Psikologi Keluarga Islam menyebut bahwa persepsi KDRT sebagai urusan pribadi dan aib yang harus ditutupi menjadi salah satu penyebab terus terjadinya kasus KDRT hingga saat ini. Sebab, korban memilih bungkam dan menutupi fakta yang sebenarnya.