MOJOKERTO, Tugujatim.id – Warga Desa Lakardowo, Kabupaten Mojokerto, merasa kecewa dan menolak peraturan pemerintah (PP) yang mengatur ”fly ash dan bottom ash” (FABA) dan ditetapkan bukan lagi tergolong dalam limbah bahan berbahaya beracun (B3). Sebab, selama lebih dari 5 tahun warga di desa ini bergelut dengan pencemaran air yang diduga akibat dari penimbunan limbah B3 oleh PT PRIA.
Kekecewaan demi kekecewaan yang dirasakan oleh warga, membuat mereka menceritakan kisah perjuangannya melawan pencemaran air melalui film dokumenter berjudul “Lakardowo Mencari Keadilan”. Film dokumenter itu mengungkapkan selama sekitar 5 tahun mereka mencari keadilan untuk desanya.

Seperti yang telah diberitakan oleh Tugujatim.id sebelumnya, terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada 2 Februari 2021 yang lalu ini ramai ditanggapi oleh aktivis, akademisi, maupun pegiat lingkungan. Tak terkecuali juga warga Lakardowo yang tahu bahwa dalam PP ini diatur bahwa ”fly ash dan bottom ash” (FABA) ditetapkan bukan lagi tergolong dalam limbah bahan berbahaya beracun (B3).
Warga Kecewa atas Kebijakan Pemerintah
Merespons isi dalam PP tersebut yang dinilai untuk memberikan keistimewaan atau kemudahan bagi pelaku usaha dan tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan lebih dalam, warga Lakardowo melalui akun media sosial (medsos)-nya @savelakardowo mengunggah beberapa foto yang berisikan kritik dan protes terhadap PP tersebut.
Beberapa protes itu di antaranya bertuliskan ”FABA TAK DIANGGAP B3, BUANG SAJA KE ISTANA”, “RUMAHKU BUKAN LUMBUNG LIMBAH BATU BARA”, dan “FABA PT PRIA MEMBUNUH PERLAHAN BAHKAN SEBELUM DIHAPUSKAN DARI LIMBAH B3”.
Ketua Organisasi Pendowo Bangkit (Penduduk Lakardowo Bangkit) Nurasim mengatakan, organisasi yang getol melawan pencemaran di desanya merasa kecewa dengan adanya PP FABA itu.
“Pemerintah sama sekali tidak pernah memikirkan dampak lingkungan juga pada kesehatan masyarakat sekitar. Pemerintah hanya berpihak pada kepentingan kelompok serta golongan tertentu,” ujarnya saat dihubungi via daring Jumat (19/03/2021).
Lebih lanjut Nurasim menceritakan bahayanya limbah ini, seperti yang telah terjadi di desanya.
“Seperti yang kita ketahui bahwasanya limbah yang dikubur berdampak kepada sumber air, tanaman sekitar juga ikut mengering serta penyakit kulit yang menjangkiti warga sampai saat ini. Itu yang masih terus terjadi,” ujarnya.
Warga lain bernama Sutamah yang juga getol memperjuangkan lingkungan di desanya agar bebas dari pencemaran, menyatakan sangat kecewa terhadap pemerintah.
“Dengan ditetapkannya PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di mana limbah batu bara tak lagi dianggap sebagai limbah B3, saya sangat kecewa banget,” ujar Sutamah saat dihubungi via daring ini.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa keberatannya ini berdasar bahwa ketika FABA masih statusnya tergolong limbah B3 saja sudah berantakan, apalagi sekarang jadi non-B3.
“Contohnya saja di Lakardowo sebelum diganti menjadi non-B3 saja, limbah dibuang sembarangan dan dibuat uruk rumah, terus bagaimana ke depannya kalau batu bara (FABA-red) diganti status jadi non-B3” terangnya.
“Haruskah saya menyanyikan lagu Kandas, setelah 5 tahun perjuangan saya melawan limbah B3,” ungkapnya kecewa pada PP tersebut.
Dengan dampak yang akan lebih membahayakan jika status FABA ini menjadi non-B3, maka warga Lakardowo dengan tegas menyampaikan bahwa mereka menolak PP ini dan mendesak agar segera dicabut. (Pramana Jati/ln)