Oleh: Auliya Rahma Maziidah*
Tugujatim.id – Dunia pendidikan yang melibatkan sepertiga anak di seluruh dunia harus menutup kegiatan belajar mengajar di sekolah dan menggantinya dengan pembelajaran digital. Berjalan 2 tahun belajar di depan layar menimbulkan pertanyaan, apa yang didapat selama ini?
Tentu saja mendapatkan ilmu dari materi yang dijelaskan oleh guru atau dosen. Menurut salah satu mahasiswa Universitas Brawijaya, Farhana, “kira-kira saya dapat menerima 75 dari 100 persen materi dari dosen. Karena, ada beberapa pengajar yang menjelaskan tanpa disertai media (PowerPoint), dan ini merupakan salah satu faktor mahasiswa sulit menyerap bahan yang diajarkan. Sedangkan di ruang kelas, kita terbiasa melihat dosen menjelaskan sambil menulis di papan.”
Banyaknya tugas yang diberikan dengan tujuan untuk memberi pemahaman lebih kepada mahasiswa dengan mencari sendiri materi pelajaran, justru menimbulkan adanya ketimpangan antar satu tugas dengan yang lainnya. Sehingga pengerjaannya kurang optimal.
Hal ini juga menimbulkan lelah, jenuh, bosan, serta tidak sedikit yang mempengaruhi kondisi mental peserta didik. Menurut data NBC News, pelajar yang memasuki kelas lebih sedikit mengalami stress daripada yang bersekolah di depan layar. Karena interaksi maya dan nyata memiliki efek dan kesenangan yang berbeda.
Beberapa mahasiswa dalam YouTube Narasi Newsroom juga mengeluhkan adanya semangat yang hilang dari diri mereka. Interaksi maya membuat proses belajar itu sendiri tidak ‘all out’.
Sistem pembelajaran secara online ini akhirnya melahirkan generasi yang bernama ‘Generasi Zoom’. Yang selalu dituntut untuk tabah dalam menerima kondisi ini. Tak hanya itu, mahasiswa juga diharuskan untuk fokus menghadapi pesan nonverbal dari banyaknya lawan bicara.
Perhatian dari puluhan pasang mata juga seringkali mengakibatkan tekanan sosial untuk berinteraksi dan unjuk gigi. Pelajaran yang diberikan terasa lebih sulit. Serta kebiasaan kuliah tatap muka akan hilang. Karena, di rumah mahasiswa dapat berkuliah sambil mengerjakan hal lain, seperti makan, tidur-tiduran, bermain games. Sekaligus ini menjadi cara bagi generasi zoom untuk mengatasi jenuhnya belajar didepan layar.
Meskipun generasi zoom tidak merasakan asam manis kuliah konvensional, setidaknya mereka tetap bisa mengontrol diri untuk tetap semangat dan terus belajar.
*Penulis adalah mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang