TUBAN, Tugujatim.id – Pada Maret 2022, 178.050 warga Tuban, Jawa Timur, masuk kategori miskin. Sementara di Maret 2021, ada 192.580 penduduk miskin di Tuban. Meski jumlah warga miskin berkurang 14.530 jiwa, posisi Tuban tak beranjak dari posisi lima terbawah se-Jawa Timur.
“Banyak faktor yang menjadi penyebab munculnya angka kemiskinan di daerah,” kata Kepala BPS Tuban, Eko Mardiana, pada Kamis (5/1/2023).
Ia tak menampik bila pandemi Covid-19 turut mempertebal garis kemiskinan di Bumi Wali, sebutan Tuban. Bantuan sosial sebagai bentuk perlindungan kepada masyarakat telah dilakukan pemerintah, namun belum bisa mengganti pendapatan yang hilang akibat hilangnya pekerjaan. Termasuk pula pengurangan jam kerja, turut berpengaruh terhadap berkurangnya pendapatan.
“Di sisi lain karakter warga masih agraris dan konvensional, sehingga pendapatannya tak bisa mengikuti tuntutan kebutuhan. Termasuk pula jika terjadi panen raya, harga komoditas akan anjlok. Sisi ini juga perlu diperhatikan dalam pengentasan kemiskinan,” ucapnya.
Kata dia, hal itu terbukti bahwa pekerjaan utama yang paling banyak menyerap pekerja di Tuban masih di sektor pertanian. Kemudian disusul bidang jasa dan manufaktur.
Sedangkan Garis Kemiskinan (GK) Tuban hingga Maret 2022 sebesar Rp421.287 per kapita setiap bulan. Angka ini naik dari tahun 2021 sebesar Rp388.176.
“Soal kemiskinan itu bukan sekadar berapa jumlah dan prosentase penduduk miskin, namun juga menyangkut tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan yang terjadi,” jelasnya.
BPS pada 2023 berencana akan melakukan sensus pertanian. “Nanti akan ditemukan klasifikasi pelaku sektor pertanian. Termasuk berapa jumlah pemilik lahan, buruh, dan berapa pula luasan lahan pertanian,” jelasnya.
Paling tidak dengan mengacu pada hasil sensus pertanian, Eko berharap akan muncul program pengentasan kemiskinan di sektor tersebut. Apalagi disadari jika kemiskinan di Tuban masih disuplai oleh karakter daerah agraris.
Kepala Bappedalitbang Tuban, Agung Triwibowo mengatakan bahwa upaya kebijakan pembangunan, terutama yang bertujuan memperkecil jumlah penduduk miskin, diharapkan juga bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
“Kami telah berupaya membuat program agar bisa mengentas kemiskinan secara masif, tapi harus pula disadari jika tingkat keberhasilannya butuh waktu dan tidak bisa instan,” jelas Agung, pada Sabtu (7/1/2023).
Ia katakan, program Bansos sepanjang pandemi Covid-19 memang belum signifikan mengentas kemiskinan. Apalagi sifat bantuan tersebut adalah cuma-cuma karena diberikan sebagai perlindungan semasa wabah Covid-19.
Penerima bantuan diprioritaskan warga yang masuk Desil 1 karena mereka termasuk kategori kemiskinan paling parah dan tidak produktif lagi. Kemudian baru masuk ke Desil 2 untuk menyiapkan peningkatan ke Desil 3.
“Dari Desil 2 dan Desil 3 arahnya akan melintas batas Garis Kemiskinan, sehingga bisa masuk Desil 4 dalam kategori tidak miskin lagi,” papar mantan Camat Merakurak itu.
Di lain sisi, bidang pertanian juga telah menjadi fokus program pengentasan kemiskinan. Bappedalitbang Tuban mafhum jika sektor ini masih banyak menyerap tenaga kerja dan penyumbang angka kemiskinan besar. Kendati begitu, di pertanian itu kebanyakan adalah pemilik lahan, padahal sasaran pemberdayaanya adalah para buruh tani.
“Buruh tani itu sendiri kebanyakan sifatnya pengangguran sementara. Mereka bekerja secara musiman, di saat menanam, pemupukan, dan panen,” terangnya.
Ketua DPRD Tuban, HM Miyadi memandang program dari pemerintah setempat terkait kemiskinan belum begitu mengena ke masyarakat. Kendati ada sedikit penurunan, namun posisi Tuban masih tidak beranjak dari lima terbawah daerah di Jawa Timur. “Secara persen benar turun, tapi posisi lima terbawah belum berubah,” ucapnya, pada Kamis (12/1/2023).
Pihaknya meminta Pemkab Tuban serius menangani permasalahan ini. Sebab, kemiskinan sudah menjadi pekerjaan rumah bersama dari pemimpin sebelumnya hingga sekarang.