Tugujatim.id – Ada dua nama pemuda yang kini sedang menekuni ilmu DNA atau asam deoksiribonukleat. Mereka adalah Nicholas Pudjihartono dan Michael Pudjihartono. Si kembar berusia 26 tahun itu asli kelahiran Surabaya, Jawa Timur.
Peneliti muda putra pebisnis Effendi Puji Hartono itu rupanya tetap ingin mengeyam pendidikan dan menempuh studi doktoral walau berasal dari keluarga pebisnis.
Dalam sebuah kesempatan bincang santai dengan tugujatim.id, keduanya berkisah tentang apa yang menjadi motivasi mereka menekuni dunia para ilmuan tersebut.
Setelah menamatkan pendidikan dasar di SD Gloria hingga SMP, keduanya melanjutkan perjalanan studinya ke Singapura, tepatnya di Singapore National Academy. Lulus SMA, si kembar tertarik untuk mengikuti jejak sang ayah yang pernah mengeyam pendidikan tinggi di New Zealand.
“Sebenarnya nggak ada alasan yang sangat-sangat menonjol gimana gitu. Cuma kita tahu nanti jalan itu adalah salah satu negara yang pendidikannya bagus,” jelas mereka.
Beda Kultur Pendidikan di Indonesia dan New Zealand
Menurut Nicholas dan Michael, ada perbedaan kultur pendidikan di Indonesia dan New Zealand. “Orang New Zealand itu lebih lebih fokus terhadap pendidikan, mereka menghargai talenta orang masing-masing,” jelas mereka.
Bagi Anda yang sudah lahir dan besar di Indonesia, pasti paham dan pernah mengalami bagaimana sistem pendidikan di Indonesia. Para siswa di jenjang pendidikan dasar hingga menengah akan mempelajari semua mata pelajaran, mulai dari matematika hingga pelajaran olahraga.
Namun hal itu tidak berlaku saat belajar di New Zealand. “Nah kalau sistemnya mulai SMA itu kita memilih sendiri pelajaran apa saja yang kita mau,” tutur Michael dan Nicholas. Jadi, dari pengalaman mereka, yang paling wajib hanya pelajaran bahasa Inggris.
Si Kembar: Jangan Ngajari Burung Berenang
Menyoal beda sistem pendidikan di sekolah Indonesia dan New Zealand, si kembar calon doktor inipun menganggap bahwa seharusnya siswa atau mahasiswa dapat mengambil mata pelajaran yang berkaitan dengan apa yang disukai.
Mereka lalu mencontohkan, misal Anda tidak suka dengan pelajaran sejarah atau tak mau jadi sejarawan, pelajaran itu harus tetap diambil. “Kalau di sana apa yang kamu interested itu yang kamu ambil. Jadi kita bisa fokus dan waktu itu tidak terbuang,” jelas Michael dan Nicholas.
Keduanya kini mengambil mata pelajaran sesuai dengan apa yang mereka minati. Karena sedari awal suka dan tertarik dengan bidang sains, maka si kembar mengambil biologi, kimia, dan fisika. Keduanya kini fokus untuk studi tentang perkembangan DNA.
“Istilahnya, jangan mengajari burung berenang, karena akan mematikan potensi burung untuk terbang,” ungkap mereka.
Kuliah di New Zealand dan Belajar Tentang DNA
Istilah DNA mungkin tak asing bagi sebagian kalangan. Bagian penting dari sebuah kehidupan yang bertanggung jawab mewariskan sifat pada keturunan makhluk hidup.
Mempelajari DNA seakan membawa para peneliti ke alam paling kecil yang punya andil besar dalam perjalanan sejarah masa lalu dan masa depan. Tanpa ilmu tentang DNA, mungkin sulit bagi manusia modern bisa menemukan berbagai macam obat dari penyakit ganas. Seperti Covid-19 yang muncul karena virus.
Kini, penelitian tentang DNA menjadi lebih berkembang dengan adanya intergrasi teknologi dan ilmu pengetahuan. “Jadi infomasi lebih informatif seperti adanya penggabungan ilmu komputer, matematika yang bergabung dengan biologi,” jelas calon doktor ini.
Mengungkap Masa Lalu dan Memprediksi Masa Depan Lewat DNA
Tidak ada yang benar-benar menjadi misteri ketika segala fenomena makhluk hidup dapat diteliti. Salah satunya lewat DNA. Dengan menelisik kimiawi yang ada dalam tubuh, maka penyebab suatu penyakit dan obatnya dapat dengan perlahan ditemukan.
Menurut Michael, hal itu berkaitan dengan reaksi kimia yang ada dalam sel. Di sanalah DNA yang begitu panjang itu berperan. Walau tidak akan bisa dilihat dengan mata telanjang, namun untaian DNA sangatlah kompleks.
“Mungkin satu kompleks rumah ini penuh berapa 300 lembar segini tumpuk-tumpuk-tumpuk satu ruangan,” jelas Nicholas. Anda tentu tidak akan sanggup membayangkan materi dalam tubuh yang sekecil itu bisa menjadi sangat panjang.
Mereka lalu menjelaskan dengan detail bahwa setiap sel pasti punya DNA. Di dalamnya, terdapat urutan basa nitrogen dan protein yang mengkode setiap bagian dari makhluk hidup.
Untuk menganalisanya, kini telah tersedia jaringan informasi global yang memiliki database DNA berbagai makhluk hidup. Bila peneliti ingin memahami lebih lanjut tentang suatu DNA, maka menurut si kembar, harus memiliki sistem alat yang bernama super komputer.
Karena terlalu kompleks, maka alat super komputer itupun membutuhkan ruang yang besar. “Sekali lagi super komputer itu kayak satu ruangan besar ini semua isinya komputer itu kita butuh mesinnya sampai sebesar itu untuk menganalisa DNA kita karena sangking informasinya saking besarnya,” tutur si kembar.
“Kok ilmuwan sangat tertarik untuk memecahkan misteri dalam DNA?” pertanyaan itupun muncul. “Karena dengan membaca isi dari DNA, kita bisa mengerti tentang manusia termasuk apa yang terjadi di masa depan,” jawab keduanya.
Dengan segala perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya DNA, Michael dan Nicholas begitu antusias untuk menyelesaikan studinya dan memberi sumbangsih pada bangsa Indonesia.
Keinginan Setelah Kuliah di New Zealand
“Pertama sih kita mau kembali ke Indonesia ya dan menggunakan ilmu yang kita punya itu juga untuk negeri ini,” harap Nicholad dan Michael.
Sebagai arek Surabaya yang kuliah di New Zealand, ke depan mereka ini mengembangkan sebuah perusahaan yang tentunya berkaitan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang DNA.
Keduanya tak ingin ilmuwan yang kembali ke Indonesia setelah usai kuliah di luar negeri tak mendapat tempat yang semestinya. Hasil belajar dan penelitian para ilmuwan muda itu tentu akan membawa dampak besar bagi kesejahteraan masyarakat di Indonesia.