MALANG, Tugujatim.id – Warga Kota Malang entah harus senang atau sedih karena nilai jual objek pajak (NJOP) di beberapa wilayah di Kota Malang mengalami kenaikan hingga 10 kali lipat pada 2023. Dikhawatirkan, kenaikan NJOP Kota Malang ini justru membuat investor hingga pengusaha bakal kabur. Apa penyebabnya?
Menanggapi kenaikan NJOP ini, Real Estate Indonesia (REI) Malang sebagai asosiasi pengembang perumahan menilai bahwa hal itu bisa memengaruhi stabilitas perekonomian. Bahkan, Ketua REI Malang Suwoko mengatakan, kenaikan ini berbeda-beda tiap wilayah.
Dia mengatakan, kenaikan NJOP Kota Malang ada yang mencapai hampir 10 kali lipat pada Februari 2023.
“Kenaikannya itu, ada yang awalnya sekitar Rp1,3 juta menjadi Rp 12 juta. Sampai hampir sekitar 10 kali lipat kenaikan NJOP-nya. Kami mendorong pemkot mengevaluasi harga NJOP ini, jangan sampai memberatkan masyarakat dan investor bisa pergi,” ucapnya pada Selasa (07/02/2023).
Dia mengatakan, kenaikan NJOP Kota Malang ini seolah-olah menguntungkan masyarakat karena harga tanahnya naik berkali-kali lipat. Tapi, berisiko memberatkan karena tidak ada pihak, pengusaha, atau investor yang akan membelinya.
“Kalau NJOP naik, seolah-olah masyarakat diuntungkan karena harga tanahnya naik sekian kali lipat. Tapi, kalau naik terlalu tinggi siapa yang mau beli. Tentu industri perumahan juga akan menaikkan harga. Tapi, kalau menaikkan harga dengan tidak wajar bisa berpotensi penurunan transaksi. Target PAD (pendapatan asli daerah, red) juga bisa berpotensi tidak tercapai,” tegasnya.
Suwoko mengaku tidak alergi dengan kenaikan harga tanah, selagi masih terbilang normal. Menurut dia, kenaikan NJOP di Kota Malang sudah tidak wajar.
“Kami tidak alergi dengan kenaikan harga kalau itu rasional. Misal 10 atau 20 persen. Lha ini kenaikannya berkali-kali lipat, kan tidak wajar,” imbuhnya.
Suwoko mengaku banyak mendapat aduan soal kenaikan NJOP di beberapa wilayah Kota Malang meski belum merasakan dampaknya secara langsung.
“Ini sudah terjadi, ada teman di wilayah perbatasan Kedungkandang itu harga tanah yang awalnya sekitar Rp320 ribu, naik menjadi sekitar Rp3 juta per meter persegi. Kalau 5 hektare kan NJOP-nya luar biasa nilainya. Petani juga bisa dirugikan. Katakan harga awal Rp320 ribu di 2022 menjadi Rp3 juta pada 2023, kalikan 5 hektare. Misal sekitar Rp15 miliar menjadi Rp100 milyar, kan gila ini,” tambahnya.
Dia juga merasa heran dengan penyetaraan klaster NJOP di tepi jalan raya dan NJOP di dalam gang. Menurut dia, NJOP di tepi jalan dan di dalam gang seharusnya berbeda dan lebih mahal yang di tepi jalan.
Dia mencontohkan, NJOP di Jalan Soekarno-Hatta senilai Rp10 juta per meter persegi. Suwoko mengatakan, NJOP di Jalan Candi Panggung yang berlokasi di sekitar Jalan Soekarno-Hatta seharusnya senilai di bawahnya, misal Rp3 juta-Rp4 juta.
“Karena ini yang aneh dan sudah terjadi itu harga tepi jalan raya Rp12 juta, tapi begitu di gang masuk harganya tetap Rp12 juta. Kok bisa terjadi seperti itu,” ungkapnya.
Dia berharap Pemkot Malang melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang bisa mengevaluasi terkait kenaikan dan penyetaraan klaster NJOP di Kota Malang. Hal itu bisa membuat Kota Malang bisa kembali dilirik investor.
“Kalau kenaikannya terlalu tinggi pasti akan memengaruhi semua. Investor tentu mencari harga NJOP yang lebih rendah. Kalau dikembangkan pun nanti siapa yang mau beli kalau NJOP-nya tinggi. Sektor perumahan ini penggeraknya ada sekitar 194 penggerak ekonomi, mulai bahan bangunan, pasir, tenaga, paku besi, genteng dan lain-lainnya. Mereka bisa terdampak,” ujarnya.