MALANG, Tugujatim.id – Baru-baru ini, populer istilah ghosting yang ramai diperbincangkan di media sosial (medsos). Topik ini pun semakin populer pasca kandasnya hubungan putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, dengan Felicia Tissue. Di situlah Kaesang dituding melakukan ghosting.
Ghosting sendiri adalah sebuah tindakan mengakhiri hubungan tanpa penjelasan. Di mana semula orang yang tadinya dekat dengan Anda atau berkomunikasi intens, tiba-tiba menghilang tanpa kabar begitu saja. Terlebih, Anda yang punya harapan lebih. Artinya, mungkin bisa saja Anda menjadi korban ghosting.
Nah, kali ini Tugu Malang ID, partner Tugu Jatim, mengulas sejumlah hal menarik soal fenomena ghosting ini dalam #liveigtugumalangid Rabu (17/o3/2021). Bersama Psikolog dan dosen Psikologi UIN Maliki Malang Fuji Astutik MPSi, fenomena ini dibedah habis mulai dari apa itu ghosting hingga bagaimana cara mengatasinya secara psikologi.
Dalam hal ini, Fuji juga membeberkan hasil survei penelitiannya. Hasilnya, 75 persen orang pernah merasakan di-ghosting. Bahkan, 35 persen korban ghosting ini juga pernah melakukan ghosting secara tanpa sadar.
“Artinya, di sini problemnya bukan soal menjadi pelaku atau korban. Tapi lebih pada aspek kognitif, yaitu pola pikir atau cara pandang seseorang dalam menyikapi sebuah hubungan percintaan,” ungkapnya.
Menurut Fuji, problem dasar dari fenomena ghosting rata-rata terjadi karena ada ekspektasi berlebih dari salah satu pihak untuk melanjutkan hubungan komunikasi mereka ke arah yang serius. Sementara itu, lawan pasangan tidak menyambutnya.
“Jadilah dia sebagai korban ghosting,” terangnya.

Di sinilah kemudian secara psikologi, Fuji melanjutkan, ada 2 tipe cara orang dalam menyelesaikan masalah. Pertama, dengan memberikan penjelasan (approach) dan kedua dengan cara menghindar (avoid) atau populer disebut “mundur teratur”.
“Maksud dia komunikasi itu membantu mungkin, tapi si pasangan berharap lebih, maka jadinya dia mundur perlahan. Salah satu caranya ya menghilang (ghosting) itu tadi. Rata-rata cara ini dilakukan oleh mereka yang pola komunikasinya tidak baik,” jelasnya.
Lebih jauh, akibat perilaku ghosting ini dalam beberapa kasus mungkin akan menimbulkan rasa trauma pada korbannya. Fuji menerangkan, ada banyak cara untuk mengatasinya. Paling penting dari semua tergantung pada pola kognitif dalam memandang sebuah hubungan.
Misalnya, sumber kebahagiaan sebenarnya tidak hanya bisa didapat dari satu orang saja. Karena sumber kebahagiaan bisa didapat dari siapa saja dan dari apa saja. Seperti orang tua, anak, atau sahabat misalnya.
“Kalau tidak bisa, konsultasi ke psikolog juga bisa nanti akan ada banyak metode untuk mengatasinya,” tambah Fuji.
Terlepas dari itu semua, Fuji punya solusi jitu dan sederhana untuk mengatasi itu. Yakni, dengan cara memulai untuk memaafkan. Kedua, mulailah untuk berdamai dengan diri sendiri.
Dan memiliki harapan itu boleh-boleh saja asalkan jangan sampai menyiksa diri sendiri, apalagi sampai timbul rasa trauma, bahkan sampai ada keinginan rasa untuk balas dendam.
“Secara psikoanalisa, itu tidak bagus. Jika sampai ada rasa ingin balas dendam, artinya itu ‘unfinished business‘. Ada yang belum selesai dalam dirinya. Itu tidak bagus dan malah justru akan menimbulkan kecemasan baru,” jelas dia.
Nah, akhir kata, jika Anda terjebak dalam fenomena ini, sebaiknya mulailah memaafkan dan berdamai dengan diri sendiri. Masih ada sumber kebahagiaan lain yang berhak kita dapatkan. (azm/ln)