SURABAYA, Tugujatim.id – Program baru dalam bidang pendidikan yang digagas Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, sister school, mulai diterapkan di 23 SMP dan 37 di Kota Surabaya. Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya, Febri Adhitya Prajatara.
“Sampai dengan saat ini. Dari SMP ada 23 sekolah yang daftar ‘sister school’ dan SD ada 37 sekolah. Kita nanti bertahap, harapan kami semua sekolah di Surabaya akan menjalankan ‘sister school‘,” terang Febri Adhitya, Selasa (11/05/2021).
Apa Itu program Sister School?
Lantas, apa sebenarnya program yang digagas Eri Cahyadi ini? Sister school sendiri semacam program yang menghubungkan sekolah negeri dan swasta. Baik dari tingkat dasar, hingga menengah atas di Kota Surabaya. Integrasi antar sekolah itu bukan tanpa tujuan, melainkan untuk meningkatkan mutu pendidikan, mengembangkan program akademik, non-akademik, perpustakaan digital, pembaharuan kurikulum dan rangkaian ‘broadcasting’. Sejauh ini, baru ada sekitar 23 kelompok ‘sister school‘ dari SMP dan SD sekitar 37 kelompok.
Febri menegaskan bahwa dalam program ‘sister school‘ ada pengalaman baru dari luar yang dapat memajukan sekolah. Terkait kerjasama ada ‘guide’ (panduan) yang perlu diperhatikan, sehingga tidak terjadi masalah kemudian hari.
“Kami ingin maju bareng-bareng, tidak ada negeri dan swasta, yang ada kemampuan sekolah punya pasar sendiri-sendiri. Siswa dan wali siswa sudah punya pilihan yang sudah ditetapkan. Semua warga Surabaya bisa sekolah, jadi tidak ada alasan anak Surabaya tidak sekolah,” imbuhnya.
Dalam momen itu, Febri juga melayangkan harapan bahwa muncul empati yang luar biasa dari peserta didik, sehingga kerjasama dapat terbangun. Kemudian, ada harmoni luar biasa di Kota Surabaya, sehingga muncul kenyamanan masyarakat yang tinggal.
“Bagaimana akan tumbuh empati yang luar biasa dari anak kita. Mereka akan terbiasa pada perbedaan, akan menang dalam persaingan. Nanti akan ada kerjasama pada sekolah yang melakukan ‘sister school’,” tukasnya.
Ajang Tukar Pengalaman antar Sekolah Negeri dan Swasta
Di sisi lain, Gatut Samuel sebagai ‘K-12 Curriculum Administrator’ mengurusi semua jenjang KB-SMA di Sekolah Ciputra mengatakan bahwa ‘sister school’ merupakan wadah yang begitu ideal dan baik untuk sekolah.
“Sebagai satuan sekolah internasional, ‘sister school’ ini kerjasama antara sekolah SPK (satuan pendidikan kerja, red) dan sekolah negeri. Berdiskusi bersama pihak sekolah, jadi baik jenjang SD atau SMP. Tentu wadah yang baik, bagi sekolah SPK di bawah kementrian permen 31 tahun 2014,” jelasnya.
Samuel menyebut bahwa program ‘sister school’ ini dapat bertukar pengalaman antara sekolah negeri dan swasta, dirinya juga menyambut baik program yang digagas Eri Cahyadi tersebut.
“Program dikembalikan pada sekolah masing-masing, sehingga dapat saling bertukar pengalaman dan kelebihan dari masing-masing sekolah. Tentu kita juga meyambut dengan baik program,” bebernya.
Disanjung juga, Erwin Darmogo sebagai perwakilan SMP Kristen YBPK 1 Surabaya berujar bahwa yang menarik dari program ‘sister school’ yakni tidak adanya dikotomi antara negeri dan swasta, sehingga dapat belajar bersama.
“Program ‘sister school’ baru, digagas oleh Wali Kota Surabaya. Padahal ada banyak sekolah yang beragam, ada SPK, nasional plus dan standar nasional. ‘Sister school’ tidak hanya swasta dengan swasta, negeri dengan negeri, tapi semua bisa disambungkan,” jelasnya.
“Tidak ada dikotomi negeri dan swasta, ada banyak hal yang dipelajari. Pada akhirnya kami bersinergi untuk melakukan percepatan program ‘sister school’ nantinya program pendidikan dan kualitas di Surabaya bisa menjadi mumpuni,” beber Erwin yang sekaligus menjadi Koordinator MKKS SMP Swasta Kota Surabaya.
Di akhir pembahasan, Kepala Sekolah SMPN 1 Surabaya Ahmad Suharto memberi penegasan bahwa program ‘sister school’ perlu diterapkan juga berbekal kompetensi digital, di tengah pengerjaan perpusakaan digital di sekolahnya. Suharto menyebut program ini bisa menjadikan sekolah saling memberi ‘support’.
“Memang untuk pembelajaran digital bagi siswa sangat diharapkan walaupun kendala ada siswa yang kurang beruntung, ketiga, kedua, atau pertama. Ada yang tercukupi, ada juga tidak ada sarana hape, tapi program ini saling mendukung,” pungkasnya.