SURABAYA, Tugujatim.id – Selain membahas soal penegakan hukum pembajakan buku yang sudah tertuang dalam Undang-Undang (UU) No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, IKAPI Jatim jugaa akan membahas cara-cara yang dapat dipakai masyarakat untuk membedakan mana buku asli dan mana buku bajakan.
Dalam momen itu, Pengurus Bidang Humas dan Hukum IKAPI Jatim Dr Jonaedi SHI MH juga memberi tips membedakan buku asli dan buku bajakan. Dia menegaskan soal bedanya berat kertas yang dipakai, segi warna, dan tekstur dari buku asli dan buku bajakan terlihat berbeda sekali.
“Kemudian, buku bajakan, dari aspek kualitas kertas dulu kalau buku bajakan itu rata-rata di kisaran 55 gram, tapi kalau buku asli menggunakan 70 gram itu yang paling umum. Kertasnya agak kecokelatan, tapi cokelatnya tidak terang. Nah, kualitas covernya juga begitu, biasanya lebih tipis,” jelasnya.
“Aspek printingnya itu biasanya ada bercak-bercak, noda-noda kecil hitam karena mereka kan semacam difotokopi gitu ya,” imbuhnya.
Dari tulisan juga bisa ditandai, bila buku bajakan akan terlihat lebih kecil. Dr Jonaedi mengatakan, hal itu karena hasil portable document format (PDF) atau hasil scan yang mencetak tulisan pada buku bajakan menjadi lebih terlihat kecil dari buku aslinya.
“Nah, kemudian yang paling gampang lagi untuk membedakan biasanya tulisannya lebih kecil karena mereka ini mendapatkan dari scan dari aslinya harus mengonversi lebih kecil sehingga hasil dari cetakannya itu biasanya lebih kecil,” ujarnya.
Yang paling jelas yakni, soal harga jual buku asli dan bajakan yang berbeda jauh. Jelas, buku bajakan lebih murah hingga 50 persen dari harga jual buku aslinya. Dr Jonaedi menegaskan, bagian ini yang paling mudah dibedakan.
“Untuk membedakan secara sederhana mana buku asli dan bajakan ini dari aspek subtansi, sedangkan yang kedua ini paling nyata itu adalah harga, itu biasanya 50 persen lebih murah,” terangnya.
IKAPI Tetap Edukasi dan Sosialisasi soal Buku Bajakan
Dari segi verifikasi penjual juga dapat dipakai sebagai upaya pembeda buku asli dan buku bajakan yang dijual. Sebagian besar pembajak tidak mempunyai verifikasi marketplace dari IKAPI pusat atas dagangan buku-bukunya.
“Kemudian dari aspek penjual itu biasanya yang tidak terverifikasi di ‘marketplace’. Makanya kalau ‘marketplace’ itu sudah bekerja sama dengan IKAPI Pusat adalah yang sudah memverifikasi toko official dari masing-masing penerbit buku,” jelasnya.
“Jadi, misalnya Shopee, Tokopedia, itu biasanya memverifikasi akun asli atau official tiap penerbit. Jadi, sekarang karena di dunia digital, masyarakat bisa melakukan akses pembelian langsung atau direct dari marketplace,” bebernya.
Hal itu yang membuat Dr Jonaedi kembali dan lebih mantap berpikir, salah satu cara, solusi, dan jalan keluar paling ideal untuk mengatasi maraknya pembajakan buku yakni melalui edukasi hingga sosialisasi pada masyarakat.
“Kemudian saya pikir sama ya, jadi berikan edukasi ke masyarakat bagaimana pentingnya memberi buku yang orisinal, yang asli untuk penghargaan kepada penulis dan penerbit dan juga dari aspek kualitas pasti lebih nyaman. Ini tentu langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh IKAPI Jatim,” ujarnya.