Oleh Irham Thoriq*
Tugujatim.id – Hari Minggu adalah jeda. Jeda tak hanya dari kerja, tapi juga dari rutinitas harian. Ini jugalah yang saya rasakan hari Minggu lalu (27/6). Usai olahraga pagi di Taman Mojolangu, Kota Malang, saya dan istri meluncur ke rumah teman saya, Rizky Aziz alias Gentong namanya.
Saya tiba di rumah Gentong sekitar pukul 09.00 WIB. Saya menumpang mandi di rumah Gentong. Tak lama berselang, teman-teman saya yang lain tiba. Totalnya sekitar 20 orang. Saat itu, kami menggelar arisan untuk alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Adawiyah, Fakultas Psikologi, UIN Maiki Malang.
Yang datang ketika itu, hampir semuanya menikah sesama alumni Psikologi UIN Maliki Malang. Saya salah satunya. Ada juga Ilhamuddin Nukman, Edi Purwanto, Ahmad Mukhlis, Adhink Ramadhan, termasuk tuan rumah. Semuanya mendapatkan istri dari Fakultas yang sama. Mayotitas, istrinya adalah adik kelas. Kecuali tuan rumah, yang istrinya kakak kelasnya.
Arisan itu adalah arisan kedua yang digelar oleh para alumni yang berdomisili di Malang Raya. Karena pentingnya kegiatan ini, saya matikan handphone dan saya charger. Selama silaturahim, kita berhaha, hihi. Cukup panjang, mulai dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. Hampir empat jam semua orang berbicara. Hanya diselangi dua kegiatan: yakni pembacaan tahlil dan makan-makan.
Tentu saja, mayoritas obrolan adalah obrolan yang tidak berguna. Maksutnya, tidak berguna bagi kemajuan bangsa. hehehe…. Obrolan ngalor ngidul tidak jelas jeluntrungnya. Ada juga sedikit rasan-rasan, tapi ada juga obrolan yang berkualitas.
Tentu ditulisan yang saya tulis untuk rubrik sambang dulur dan the power silaturahim di Tugu Media Group (tugumalang.id dan tugujatim.id) ini, saya akan ceritakan obrolan yang berkualitas saja. Yang tidak berkualitas, tentu saja tidak saya sampaikan. Hehehe….
Salah satu obrolan berkualitasnya, saat Ilhamuddin Nukman atau Coach Ilham, menjelaskan tentang Growth Mindset. Yakni, mindset orang-orang yang selalu tumbuh, kebanyakan dimiliki oleh orang yang saat kuliah, tidak pintar-pintar banget.
Apa yang disampaikan Coach Ilham yang merupakan dosen Psikologi Universitas Brawijaya (UB) itu, ditimpali oleh Ahmad Mukhlis, dosen di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Maliki Malang. Ya, memang sejak dulu, sudah ada penelitian tentang itu. Bahkan, kata Mukhlis, salah satu perusahaan kelas dunia pernah melakukan penelitian itu.
Perusahaan itu pernah membuat tipe mahasiswa atau pelajar kedalam tiga bagian yakni tipe A yang super pandai, tipe B yang pandai, dan tipe C yang biasa-biasa saja. Dari hasil penelitian itu, ternyata yang paling banyak sukses adalah mahasiswa yang tipe C.”Tapi titik poinnya bukan di sini, tapi di keberanian mengambil resiko. Semakin berani mengambil resiko, maka peluang sukses akan semakin besar, dan kebetulan, orang yang biasa-biasa saja selalu berani mengambil resiko, karena tidak ada beban dalam hidupnya,” kata Muchel, sapaan akrab Mukhlis.
Lalu, saya menyitir artikel dari Rhenald Kasali. Yang intinya, banyak orang-orang pintar, yang terpenjara oleh pikirannya sendiri. Karena terpenjara, mereka selalu dibayang-bayangi kepintaran massa lalu. Padahal, kepintaran massa lalu, kadang tidak ada kaitannya dengan kecemerlangan massa depan.
Setelah obrolan serius itu, kami kembali kepada kodrat kami: mengobrol hal-hal biasa saja yang sama sekali tidak penting. Tapi, obrolan ketika itu terasa berkualitas, karena saya puasa handphone, hampir empat jam sama sekali tidak main handphone.
Jika hari Minggu adalah jeda, ada baiknya kita tak hanya berjeda dari aktivitas yang padat, juga membuat jeda dari aktivitas main handphone. Kita tahu, tak hanya fisik saja yang perlu istirahat, tapi juga akal pikiran kita.
Salam silaturahim.

Penulis merupakan CEO Tugu Media Group (tugumalang.id dan tugujatim.id)