Tugujatim.id – Film thriller kriminal asal Tiongkok bertema perundungan yang brutal, A Place Called Silence kini tayang di Netflix dan langsung menarik perhatian.
Berlatar di sebuah sekolah khusus perempuan, film ini mengisahkan sisi tergelap dari kekerasan remaja yang berdampak menghancurkan. Nuansa penuh ketegangan dan suasana kelam, A Place Called Silence bukan sekadar drama kriminal biasa— tetapi membawa penonton ke dalam dunia yang menggambarkan betapa menghancurkannya trauma fisik dan psikologis.
Sejak kemunculannya di Netflix, film ini memicu beragam reaksi. Banyak yang memuji keberaniannya mengeksplorasi realitas menyakitkan yang jarang tersentuh, sementara lainnya merasa terguncang dengan adegan intens yang bisa terasa sulit diterima.
Apakah film ini menyentuh sisi artistik dari ketakutan dan penderitaan, ataukah ia justru melampaui batas kenyamanan? Di tengah kontroversi, A Place Called Silence telah berhasil menjadi bahan diskusi, menyoroti batas antara seni dan eksploitasi, serta mengajak penonton Netflix untuk merenungkan dampak kekerasan yang terjadi di sekitar.
Sinopsis A Place Called Silence
A Place Called Silence adalah film thriller kriminal asal Tiongkok yang mengisahkan Tong, seorang gadis muda yang menghadapi perundungan keji di sekolah menengah khusus perempuan. Sekolah ini adalah tempat di mana Tong harus berhadapan dengan mimpi buruk sehari-hari.
Bahkan, kehadiran ibunya yang bekerja sebagai petugas kebersihan di sekolah tidak mampu menghalangi kebrutalan teman-teman sekelasnya. Sejak awal, penonton disuguhi adegan yang menggambarkan betapa parahnya perundungan yang dialami Tong.
Salah satu adegan yang menyayat hati adalah ketika Tong ditemukan dalam kondisi dilem ke dinding dengan cairan lengket, hingga ibunya harus memotong rambutnya untuk membebaskan Tong dari kondisi tersebut.
Ini bukan sekadar perundungan, melainkan kekerasan fisik yang sudah melampaui batas. Cerita kemudian berfokus pada hilangnya tiga orang siswa yang dikenal sebagai pengganggu Tong. Mereka pergi ke sebuah tempat terbengkalai dekat sekolah dan tidak kembali keesokan harinya.
Awalnya, mereka dianggap hilang, tetapi kemudian ditemukan tewas dengan kondisi yang misterius. Ketegangan mulai meningkat ketika polisi mulai melakukan penyelidikan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada ketiga gadis itu.
Pada titik ini, film mulai membangun suasana yang penuh teka-teki, menanamkan pertanyaan besar di benak penonton: apakah ibu Tong, yang putus asa melihat penderitaan anaknya, terlibat dalam kematian mereka?
A Place Called Silence berusaha keras menampilkan dirinya sebagai film dengan gaya artistik yang mendalam, penuh metafora, dan alur yang tidak linier. Dengan visual yang mencoba tampil estetis dan atmosfer gelap yang mencekam, film ini tampak ingin membawa pesan-pesan tersembunyi tentang trauma, dendam, dan siklus kekerasan.
Sayangnya, berbagai elemen artistik tersebut kurang berhasil tersampaikan dengan baik. Di tengah usaha untuk menciptakan simbolisme yang bermakna, kekerasan yang ditampilkan justru menjadi sorotan utama yang paling melekat di benak penonton.
Alur cerita yang mencoba bergerak maju-mundur dalam waktu, disertai dengan visual yang sengaja dibuat dramatis, sebenarnya bisa menjadi konsep yang menarik. Namun, film ini gagal mengemas tema tersebut dengan cara yang halus dan emosional.
Akibatnya, unsur kekerasan yang begitu brutal menjadi elemen paling menonjol, membuat film ini terasa lebih seperti eksploitasi dari pada eksplorasi psikologis yang mendalam. Bagi sebagian penonton, A Place Called Silence mungkin hanya meninggalkan rasa tidak nyaman karena adegan-adegan kekerasannya yang hampir tidak tertahankan.
Sementara bagi yang lain, film ini mungkin menyisakan banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang apa yang sebenarnya ingin disampaikan.
Dari banyaknya komentar tentang film ini, ada dari akun @layangan yang berkomentar tentang plot twistnya.
“Plot twist nya bikinn berburuk sangka ke tokoh utama, jadi ragu sebenernya yg jahat itu siapa,” tulis akun @layangan.
Ada juga komentar dari akun @hasyyaf yang senang sekali dengan film ini. “Ini benar-benar film paling menakjubkan yang pernah saya tonton tahun ini,” tulis akun @hasyyaf.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Penulis : Bhertian Jhoni Khairul/ Magang
Editor: Darmadi Sasongko