SURABAYA, Tugujatim.id – 1 Oktober menjadi momen pengingat sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Berawal dari 1965, enam jenderal dan satu perwira meninggal di lubang buaya.
Akademisi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Listiyobo Santoso menjelaskan bahwa penyemaran kata sakti dalam peringatan Hari Kasaktian Pancasila bermula dari adanya kegagalan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam menggeser ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis.
Dalam artian, kata sakti bukan bermakna sakti mandraguna. Melainkan, memiliki nilai-nilai yang mendalam berupa idelitas, realitas, juga fleksibilitas. Setiap nilai itu, Listiyobo mengatakan, bisa beradaptasi mengikuti perkembangan zamannya.
“Pancasila bukan berarti sakti mandraguna seperti di film ya, tetapi sakti di sini berarti Pancasila tidak akan tergantikan dan bisa menyesuaikan perkembangan zaman,” jelas Listiyobo, pada Sabtu (30/9/2023).
Meskipun saat ini arus globalisasi semakin cepat menyebar, kesakralan nilai Pancasila tidak akan pernah tergerus. Menurutnya, karena Pancasila memiliki sifat yang adaptif serta aktual. Seperti dalam sistem kekebalan tubuh. Tubuhnya, tubuh bangsa Indonesia yang bisa menyeleksi setiap ideologi-ideologi yang mencoba masuk di era globalisasi ini.
Sejatinya, Pancasila menjadi ideologi tetap bangsa Indonedia. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya memiliki kesakralan tersendiri yang tak bisa digantikan oleh ideologi apapun.
“Maraknya ideologi-ideologi baru yang ada hanyalah dinamika. Pada akhirnya, bangsa ini akan kembali kepada ideologi Pancasila. Berdasarkan pidato Bung Karno, beliau hanya merumuskan nilai yang telah ada pada diri bangsa Indonesia menjadi lima nilai dasar, yaitu Pancasila,” ucap pria penulis buku Epistemologi Kiri tersebut.
Dosen filsafat tersebut berpesan agar para mahasiswa tetap menjaga marwah Pancasila. Mahasiswa yang disebut-sebut sebagai agent of change memiliki peran yang besar dalam menjaga koridor perjuangan Pancasila. Setiap sila, harus menjadi pandangan dalam menentukan arah perubahan.
“Sila pertama dan kedua sebagai asas moral, sila ketiga dan keempat sebagai sistem berpolitik, dan sila kelima sebagai tujuan berpolitik yaitu keadilan sosial,” tandasnya.
Reporter: Izzatun Najibah
Editor: Lizya Kristanti