MALANG, Tugujatim.id – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menanggapi hasil investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang.
Menurut dia, peristiwa tersebut sangat sadis. Ada penggunaan kekuatan berlebihan dalam insiden tersebut. Hal itu tidak bisa dibenarkan dalam kondisi apapun. Terlebih jika itu dilakukan di dalam stadion dengan luasan pintu terbatas.
“Dalam waktu singkat, aparat keamanan meletuskan 45 tembakan gas air mata. Bahkan, di rentang waktu tersebut, ada 11 tembakan yang dilakukan dalam kurun waktu embilan detik. Dan bahkan ini dilakukan di area terbatas di mana penonton terkurung. Sadis,” ungkapnya.
Amnesty International mengingatkan meski dalam hal ini sudah ada hasil investigasi Komnas HAM, namun itu bukan akhir kasus ini. Pelanggaran HAM ini harus diselesaikan dengan seadil-adilnya. Dan itu merupakan tanggung jawab negara.
“Bawa semua pelaku, semua yang terlibat dan yang bertanggungjawab ke pengadilan, tanpa terkecuali. Proses hukum mereka juga harus dilakukan secara terbuka dan independen,” tegasnya.
“135 nyawa sangat tidak adil jika dijawab dengan sanksi ringan seperti mutasi atau pemecatan. Itu jauh dari keadilan. Masyarakat menunggu bukti komitmen otoritas negara untuk menegakkan hukum yang berlandaskan keadilan korban dan keluarganya,” imbuhnya.
Sebelumnya, Komnas HAM telah mengemukakan hasil investigasi tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang. Disimpulkan terjadi pelanggaran HAM dalam insiden tersebut.
Paling brutal, Komnas HAM menemukan adanya penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian. Setidaknya ada 45 tembakan dengan rincian 27 tembakan terlihat dalam video, sementara 18 lainnya terkonfirmasi dari suara tembakan di dalam stadion.
Bahkan, Komnas HAM menyebut penembakan gas air mata dilakukan tanpa koordinasi dengan Kapolres Malang saat itu, AKBP Ferli Hidayat. Bahwa penembakan itu dilakukan atas diskresi dari masing-masing pasukan.
Tembakan gas air mata diketahui terjadi mulai sekitar pukul 22.08.59 WIB. Dari detik itu hingga 22.09.08 WIB, pasukan Brimob tercatat 11 kali menembakkan gas air mata ke arah selatan lapangan Stadion Kanjuruhan.
Dipastikan juga bahwa pasukan yang menembakkan gas air mata di dalam stadion merupakan unsur gabungan dari personel Brimob dan Sabhara.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menuturkan bahwa tragedi Kanjuruhan yang terjadi merupakan pelanggaran HAM akibat pengelolaan pertandingan sepak bola yang tidak berasas keamanan dan keselamatan.
”Kami menemukan adanya penggunaan kekuatan berlebihan dari aparat keamanan,” terang Choirul Anam, pada Kamis (3/11/2022).
Menurut panduan HAM untuk aparat penegak hukum Amnesty International, yang disusun berdasarkan UN Code of Conduct for Law Enforcement Officials, menyebutkan bahwa gas air mata tergolong sebagai senjata yang kurang mematikan atau less-lethal weapon yang menjadi alternatif dari penggunaan senjata api konvensional.
Meski demikian, apabila digunakan dalam konteks dan cara yang berlebihan, dampak less-lethal weapon juga dapat mematikan. Secara umum, paparan gas air mata menyebabkan rasa terbakar dan memicu mata berair, batuk, rasa sesak di dada, gangguan pernafasan, serta iritasi kulit.
”Dalam banyak kasus, efek gas air mata mulai terasa dalam 10 hingga 20 menit. Efek gas air mata juga berbeda-beda ke tiap orang dan anak-anak, perempuan hamil dan lansia menjadi person yang rentan,” paparnya.
Kata dia, jika terkominasi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan sejumlah risiko kesehatan. Di berbagai negara, gas air mata rentan disalahgunakan antara lain karena kurangnya pelatihan pihak kepolisian terkait penggunaannya.