MALANG, Tugujatim.id – Seorang Aremania licek (kecil) bernama Ahmad Fajar Khoirul, 15, menjadi salah satu korban meninggal dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (01/10/2022). Diduga dia tewas tertindih di pintu maut Stadion Kanjuruhan saat ribuan suporter berdesak-desakan untuk keluar dari asap pekat gas air mata yang mengepung.
Atas peristiwa meninggalnya Aremania licek itu, rasa penyesalan mendalam dirasakan Angga, 17, kawan almarhum yang turut terinjak-injak di pintu maut itu. Dia menyesal karena tak bisa menyelamatkan Fajar dalam tragedi kelam tersebut. Dia mengaku sudah tak berdaya.
Angga mengungkapkan, kekacauan muncul saat sejumlah suporter turun ke lapangan usai pertandingan Arema vs Persebaya berakhir. Dia melihat suporter memeluk pemain Arema. Gas air mata ditembakkan saat ratusan suporter tutur turun ke lapangan.
Melihat situasi tak kondusif, Angga merangkul kawan-kawannya, termasuk almarhum Fajar untuk keluar dari stadion. Celakanya, pintu maut stadion itu tertutup. Genggaman erat tangan Angga kepada Fajar lepas. Di situ petaka terjadi.
“Saya ditarik orang dalam desak-desakan itu sampai lepas dengan teman-teman. Saya tertindih hingga terinjak-ijak. Ambil napas aja susah, saya pasrah, udah gak bisa apa-apa,” kata Angga.
Dalam kondisi itu, Angga melihat di bawahnya masih ada orang yang dia tindih. Bahkan, Angga menyebut di atas tubuhnya juga ada orang yang sudah tak bergerak, entah pingsan atau sudah tak bernyawa.
“Lalu ada yang manggil, Mas Mas Mas. Saya masih bisa melek. Saya minta tolong, aku gak kuat. Tapi ternyata yang saya tindih itu bilang dan meyakinkan ‘kamu bisa’,” ungkapnya.
Dia juga diminta untuk menyikut orang yang ada di atasnya agar bisa keluar di situasi itu. Saat melakukannya, kaki Angga sudah keram. Meski begitu, dia tetap berusaha keras untuk bangkit saat tubuhnya ada di ambang kekuatannya.
Dia akhirnya bisa bangkit dan keluar dari situasi mencekam itu. Angga mengaku melihat orang berbaju polisi tergeletak pingsan di antara kerumunan tersebut.
“Saat saya bangun, ada polisi yang juga pingsan di situ. Saya akhirnya keluar lewat pintu 9 karena pintu 10 itu sesak,” ucapnya.
Saat sudah berada di parkiran stadion, Angga tak menemui Fajar di antara 8 kawannya yang nribun bersama. Dia bersama beberapa kawannya kemudian masuk lagi ke stadion untuk mencari keberadaan Fajar.
Saat ditemukan, Fajar sudah tak bergerak, entah sekarat atau sudah tak bernyawa. Angga dan beberapa kawannya berusaha menolong Fajar. Mereka kemudian meminta tolong sejumlah aparat yang ditemui. Setidaknya, ada 3 aparat yang mereka mintai tolong.
“Yang saya kecewakan, kenapa 3 aparat itu tak menghiraukan kami saat minta tolong teman sekarat. Mereka hanya menengok dan meninggalkan kami,” ujar Angga bertanya-tanya.
Bahkan, saat Fajar dibawa ke mobil ambulans, salah satu dari mereka dilarang untuk ikut masuk ambulans. Mereka berniat untuk menemani Fajar dan memastikan keberadaannya.
“Kan kami jadi tidak tahu Fajar dibawa ke RS mana. Kami baru tahu Fajar di RS setelah sekitar pukul 03.00 WIB,” bebernya.
Sementara itu, Sumiati, ibu almarhum Fajar mengatakan, langsung berangkat menuju RS saat mendapat kabar anaknya menjadi korban tragedi itu. Keluarga kemudian membawa pulang jenazah ke rumah duka di Desa Watugede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
“Saya sebenarnya udah pesan agar Fajar berhati-hati saat nonton bola. Tapi kemudian, sampai pukul 02.00 dini hari kok dia belum pulang. Saya lemas saat dapat kabar itu,” tanya Sumiati.
Sebelum meninggal, Sumiati mengaku Fajar tampak berbeda dalam beberapa hari terakhir. Fajar tampak lesu dan sering tidur dan mandi.
“Dia abis sekolah langsung tidur, bangun mandi, abis itu tidur lagi, biasanya gak gitu,” ujarnya.