MALANG, Tugujatim.id – Bencana banjir bandang Ngantang terjadi di Desa Ngantru, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Kamis (13/04/2023). Parahnya, banjir di Sungai Kali Talang itu menyeret beragam material. Mulai dari lumpur, batang pohon, kayu, hingga rumpun bambu. Apa sih penyebabnya?
Kapolsek Ngantang AKP Hanis Siswanto mengatakan, banjir bandang Ngantang terjadi saat hujan lebat sejak pukul 04.00 WIB. Dia mengatakan, luapan banjir memuncak sekira pukul 07.00 WIB.
”Berbagai material terbawa arus banjir bandang yang melewati hutan. Kerugian akibat banjir bandang melanda kurang lebih 2 hektare lahan,” kata Hanis.
Banjir bandang Ngantang membuat sawah hingga perkebunan jeruk milik warga terendam lumpur dengan ketinggian kurang lebih dua meter. Selain itu, kebun dan sawah milik warga seluas 2 hektare rusak.
Dia mengatakan, petugas tim gabungan proses pembersihan material banjir bandang yang menutup aliran Sungai Kali Talang. Tentunya, evakuasi melibatkan alat berat karena material banjir juga meliputi kayu-kayu besar.
”Masih proses evakuasi,” jelasnya.
Apa sih Penyebab Banjir Bandang Ngantang?
Bukan hanya sekadar faktor alam, banjir bandang di Desa Ngantru, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, kali ini disinyalir akibat perubahan alih fungsi hutan di bagian hulu.
Banjir bandang kali ini nyaris mirip dengan bencana yang melanda Kota Batu, Jatim, pada 2021. Sebab, banjir di Sungai Kali Talang membawa berbagai material. Mulai dari lumpur, rumpun bambu, hingga gelondongan batang pohon.
Untuk diketahui, banjir bandang serupa di Kali Talang bukan kali pertama terjadi. Bahkan, bencana longsor berturut-turut juga sempat melanda di sepanjang jalur perbatasan Pujon dan Ngantang akibat masifnya alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan.
Sementara itu, Kepala Desa Ngantru Setyo Budi menuturkan, banjir bandang sudah sering terjadi.
”Sebelumnya pernah terjadi pada 2010 dan 2021. Sekarang kejadian lagi dan terparah,” ungkap Budi pada Jumat (14/04/2023).
Dia menduga gelondongan kayu yang terseret banjir itu merupakan sisa material dari kejadian meletusnya Gunung Kelud sehingga menjadi bendung alam.
”Gelondongan kayu baru terbawa arus ketika ada hujan deras kemarin,” katanya.
Karena itu, dia mengatakan, perlu mitigasi ulang karena bencana hidrometeorologi di Malang Barat kali pertama terjadi.
Aktivitas Hulu Berlebihan Jadi Penyebab Banjir Bandang?
Manajer Advokasi dan Hukum WALHI Jatim Pradipta Indra mengatakan, menggali penyebab banjir bandang Ngantang perlu kajian teknis mendalam.
”Artinya, ketika terjadi bencana hidrometeorologi perlu dikaji menyeluruh, termasuk soal perencanaan tata ruang di kawasan hutan. Jangan-jangan, ada aktivitas di bagian hulu yang berlebihan,” ujarnya.
Dia menduga ada kerusakan ekologis di hulu ketika melihat beragam material terbawa banjir bandang. Bahkan, material lumpur setinggi dua meter menerjang. Pastinya, dia mengatakan, juga terjadi erosi akibat tidak adanya pohon tegakan.
”Kami memang belum terjun langsung ke hulu, tapi melihat berbagai material itu bisa jadi menunjukkan bahwa ada yang rusak di sana,” ungkapnya.
WALHI Jatim juga kerap menerima laporan terkait pembukaan lahan di Pujon sepanjang jalur utama Malang-Kediri. Padahal, idealnya bencana hidrometeorologi tidak akan terjadi ketika di bagian hulu masih banyak pohon penyangga.
Untuk diketahui, berdasarkan data di Perum Perhutani menyebutkan daerah hutan yang beralih fungsi atau tergolong lahan kritis di Kabupaten Malang mencapai 10 ribu hektare. Rinciannya, hutan lindung seluas 2.435 hektare, hutan konservasi 2.012 hektare, dan hutan produksi 5.621 hektare.
Tapi, dia belum bisa menyimpulkan soal penyebab banjir bandang itu. Dia hanya mengatakan, bencana hidrometeorologi itu terjadi bukan hanya karena faktor perubahan iklim semata.
”Bisa jadi, ada aktivitas pada bagian hulu yang membuat kerusakan ekologis yang cukup fatal sehingga memicu terjadinya banjir bandang,” kata Indra.
Sementara itu, Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Malang Sadono Irawan belum bisa memastikan penyebab banjir bandang tersebut. Tapi, dia membenarkan jika volume material banjir bandang kali ini lebih banyak dari tahun sebelumnya.
”Soal penyebabnya saya belum bisa jawab karena belum ada pemetaan ke arah lereng gunung. Tapi memang material yang dibawa lebih banyak dibanding pada 2021. Mungkin bisa ditanyakan ke pihak terkait seperti muspika dan perhutani,” jelasnya.