TUBAN, Tugujatim.id – Bencana alam di Tuban selama 2022 ternyata begitu banyak, mulai dari banjir, kebakaran, tanah longsor, dan lain-lainnya. Bahkan, angka kerugian akibat dari bencana yang melanda wilayah Kabupaten Tuban itu tembus hingga Rp4,2 miliar. Nilai kerugian ini akibat bencana alam atau bencana perbuatan manusia.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tuban mencatat dari nilai sebesar itu, banjir bandang yang merupakan paling memiliki dampak besar mencapai Rp2,1 miliar. Selanjutnya bencana gelombang tinggi atau abrasi akibat cuaca ekstrem dengan nilai Rp883 juta.
“Sepanjang Januari-Desember 2022, setidaknya 12 jenis bencana yang melanda Tuban,” ucap Kepala Pelaksana BPBD Tuban Sudarmaji kepada Tugu Jatim pada Selasa (17/01/2023).
Dia mengatakan, nilai kerugian ini sedikit menurun dibandingkan 2021 yang mencapai Rp5,3 miliar dengan jumlah 532 kejadian. Mantan kepala Dinas PRKP ini mengatakan pada 2022 ada sekitar 597 bencana.
“Banjir bandang mendominasi bencana selama 2022 dengan jumlah 250 kejadian,” terangnya.
Sudarmaji juga mengatakan, potensi ancaman bencana alam di Tuban terbagi menjadi empat klasifikasi berdasarkan focus group discussion (FGD) kerja sama antar lembaga dan kemitraan dalam penanggulangan bencana pada 2021. Pertama sering terjadi banjir Bengawan Solo, banjir bandang, tanah longsor, kebakaran pemukiman, angin kencang/puting beliung, dan kekeringan.
Kedua, kebakaran hutan/lahan, gelombang tinggi atau abrasi, kegagalan teknologi dan cuaca ekstrem. Kemudian gempa bumi, zoonosis atau penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya dan konflik sosial. Terus yang terakhir, tsunami dan lukuifaksi.
“Beberapa ancaman bencana yang terjadi di Tuban,” ucap Darmaji.
Berdasarkan informasi yang diterima Tugu Jatim, selama 2013-2022, inilah rincian nilai kerugian bencana alam di Tuban. Pada 2013, angka kerugian mencapai Rp72.277.878. Setelah itu, jumlah kerugian meningkat dratis pada 2014 senilai Rp2.885.069.400, kemudian 2015 Rp 4.106.195.750.
Pada 2016 nilai ini semakin membengkak mencapai Rp7.676.845.000, selanjutnya pada 2018-2020 angka kerugiannya stabil Rp4.016.400.000. Dan 2021 meningkat kembali Rp 5.361.500.000, dan terakhir Rp4.278.200.000.