Bule di Bali Kembali Langgar Aturan, Pakar Hukum Unair: Sanksi di Indonesia Harus Konsisten

Bule di Bali.
Akademisi Departemen Hukum Tata Negara Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Syaiful Aris. (Foto: dok. Unair)

SURABAYA, Tugujatim.id Beberapa waktu lalu, viral sebuah unggahan video yang menunjukkan warga negara asing (WNA) atau bule di Bali melanggar aturan dengan meneriaki pecalang. WNA tersebut enggan diminta mengurangi kecepatan motor saat warga sedang menggelar iring-iringan Melasti. Kejadian tersebut terjadi menjelang perayaan Hari Raya Nyepi di Bali.

Tidak hanya itu, sebelumnya ulah bule di Bali juga beberapa kali terjadi dan mengundang amarah publik karena dinilai melanggar aturan serta adat istiadat masyarakat. Seperti protes suara ayam berkokok milik warga, bermain motor ugal-ugalan, tidak menggunakan helm saat berkendara, berkendara hanya menggunakan bikini, hingga menjadi pekerja ilegal.

Bahkan, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati atau Cok Ace mengungkapkan bahwa ada kampung eksklusif di kawasan Ubud, Gianyar, yang seolah-olah dikuasai oleh kelompok WNA tertentu. Hal tersebut disampaikan dalam acara The Weekly Brief with Sandi Uno pada 20 Maret 2022 via daring.

Menyikapi hal tersebut, akademisi Departemen Hukum Tata Negara Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Syaiful Aris mengatakan, jika seseorang menjadi bagian dari penduduk yang tinggal di sebuah negara, WNA tersebut wajib mematuhi peraturan yang berlaku.

“WNA itu punya syarat-syarat tertentu untuk bisa tinggal di Indonesia dan harus memenuhi persyaratan. Kalau melanggar ya harus diberi sanksi sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Syaiful Aris.

Menurut dia, ada beberapa faktor yang mengakibatkan para bule di Bali suka melanggar peraturan. Pertama, harus ada sosialiasi peraturan kepada setiap bule yang datang ke Bali. Kedua, harus ada penegakan hukum yang konsisten dan tidak pandang bulu.

“Ketika ada case yang melanggar maka harus ditegakkan. Jika tidak ditegakkan, maka akan berpengaruh pada kewibawaan hukum tersebut. Dan untuk penegakannya, harus sesuai prosedur serta menghormati hak asasi,” tambahnya.

Jika ditemukan WNA yang melanggar peraturan tapi dia enggan untuk diberi sanksi, maka harus dipaksa. Sebab, salah satu fungsi hukum yakni memiliki daya paksa, tidak ditegakkan secara sukarela.

Daya paksa dalam hal ini yakni bagian dari kewenangan yang dimiliki oleh negara. Lembaga negara punya hak dan kewenangan untuk mengatur, menertibkan, dan menyejahterakan masyarakat yang penerapannya harus sesuai aturan.

“Kalau sudah sesuai aturan, maka orang asing akan melihat konsistensi dalam penerapan itu. Jika satu orang ditegakkanya berbeda-beda, maka akan menjadi faktor orang tidak taat aturan,” ungkapnya.

Dia melanjutkan, perlu menekankan elemen penegakan hukum setidaknya harus dilakukan oleh polisi, Kementerian Hukum dan HAM, pemerintah daerah, dan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri, keindahan Provinsi Bali dengan kekayaan alam hamparan pantainya memang menjadi data tarik tersendiri bagi wisatawan. Tidak terkecuali oleh para wisatawan asing yang membuat Bali semakin dikenal dunia.

Namun, layaknya dalam ungkapan “Dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Seseorang haruslah menghormati aturan atau adat istiadat masyarakat setempat di mana kita akan tinggal.