SURABAYA, Tugujatim.id – Banyak pemikiran-pemikiran Soekarno yang termaktub dalam lembar-lembar buku. Tapi, buku yang ditulis oleh Airlangga Pribadi ini akan lebih banyak mengupas ideologis Soekarno yang tidak dipahami oleh masyarakat lebih mendalam.
Tak lepas dari figur Soekarno sebagai tokoh politik, akademisi Departemen Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini memberinya sentuhan kata merah yang berkaitan dengan kekuatan politik. Sama halnya dengan makna merah dalam kajian semiotik politik dunia.
Dalam buku setebal 570 halaman ini, Airlangga memberikan tekanan kepada pembaca tentang praksis politik dan rasionalitas gagasan Soekarno yang selama ini tidak banyak diketahui oleh orang.
“Kekuatan Soekaeno itu hanya kemampuan dalam orator dan menggerakkan massa, tetapi yang kemudian absen adalah bagaimana memahami lebih mendalam, masuk ke gagasan-gagasan dan metode berpikir Soekarno,” kata Airlangga, di Hotel Ibis Surabaya, pada Sabtu (17/6/2023).
Ia memaparkan, bagaimana dalam orasi Soekarno pada 1945 tentang pemahaman Pancasila yang bukan hanya sebatas lambang dan ideologis negara. Tetapi memiliki sisi-sisi pemaknaan dari segala aspek, tentang spiritualitas, kemanusiaan, sosialisme, demokrasi, yang menjadi satu pondasi utuh dalam kesatuan bernegara.
“Dari situ saya melihat ada yang absen dan itu menjadi fokus dari buku saya tentang bagaimana kita memahami metode berpikir Soekarno dan bagaimana kita menelusuri pandangan dan gagasan intelektual Soekarno secara lebih mendalam,” jelasnya.
Menurutnya, terdapat dua faktor yang menjadikan pemikiran Soekarno mengalami desoekarnoisasi.
Pertama, era orde baru dalam kepemimpinan Soeharto seperti yang tercantum di buku “Di Bawah Bendera Revolusi”, disebutkan bahwa pemikiran Soekarno akan mengguncang disabilitas sosial masyarakat dan negara.
“Kedua, narasi mainstream tentang kajian-kajian Indonesianis yang ‘memandang’ sebelah mata figur Soekarno sebagai pemikir intelektual. Padahal Indonesia ini tidak bisa dilepaskan dari Soekarno yang mengawal, mendampingi, membentuk Indonesia pada fase awal,” sambungnya.
Baginya, metode berpikir Soekarno tidak hanya dijadikan sebagai basis teori. Lebih dari itu pemikiran Soekarno harus tetap bersambung pada realitas sosial.
“Tradisi berpikir Soekarno tidak bisa dilepaskan dari metode berpikir kritis atau perspektif berbasis pada kritikal teori. Dan disambungkan dengan bagaimana setelah membongkar realitas sosial dalam perspektif itu mengubah keadaan atau menjebol dan membangun,” pungkasnya.
Peluncuran buku ini dihadiri oleh Puti Guntur Soekarno. Ia memberikan apresiasi kepada Airlangga atas terbitnya buku yang mengupas sosok kakeknya tersebut.
“Saya sangat berbahagia dan mengapresiasi sekali atas buku yang ditulis oleh Mas Airlangga yang sudah membuat buku Merahnya Ajaran Bung Karno. Di dalamnya terkait pemikirannya Bung Karno yang memang dibuka secara komprehensif dan ilmiah,” bebernya.
Menurutnya, buku ini cocok dibaca dan dijadikan sebagai bahan rujukan oleh para cendekiawan maupun generasi muda yang ingin memperlajari lebih dalam gagasan Soekarno.
“Ini sangat penting karena paling tidak bisa memperkaya sumber literasi. Ada para cendekiawan, mahasiswa, atau para pemuda yang memang ingin mengetahui pemikiran Bung Karno, buku ini menjadi sumber literasi baru,” pungkasnya.