SURABAYA, Tugujatim.id – Menengadahkan tangan, mata terpejam, khusyuk memanjatkan doa pengampunan. Gereja Santa Maria Tak Bercela Surabaya menggelar Rabu Abu yang menjadi momen spiritualitas bagi umat Katolik untuk bertobat. Jatuh pada Rabu (22/02/2023), seluruh umat Katolik dunia merayakan Rabu Abu, 40 hari sebelum Hari Paskah.
Pandemi Covid-19 kian mulai mereda. Berbeda dengan tahun lalu hanya dibatasi sampai 300 jemaat saja, Rabu Abu di Gereja Santa Maria Tak Bercela Surabaya pun dipenuhi ribuan jemaat hari ini. Setidaknya, total lebih dari 3 ribu orang yang hadir. Mereka khusyuk mengikuti setiap jalannya peribadatan.
“Rabu Abu itu menjadi awal untuk masuki pra paskah, 40 hari sebelum paskah bagi umat Katolik di seluruh dunia. Kami mengawalinya dengan puasa, pantang, dan amal bakti itu Rabu Abu. Maknanya adalah awal dari pertobatan. Dari pertobatan sikap, perilaku, dan refleksi, mawas diri, dan niat berbalik dengan Tuhan,” kata Romo Agustinus Pratisto Tri Narso kepada Tugujatim.id, Rabu malam (22/02/2023).
Menurut dia, angka 40 hari bagi umat Katolik ketika memasuki masa pra paskah memiliki makna spritualitas yang mendalam. Seperti halnya Yesus yang berpuasa penuh selama 40 hari, 40 malam di padang gurun sebelum memulai pewartaannya.
“Puasa itu berlaku bagi mereka yang sehat, usia 14-50 tahun. Puasanya diambil Rabu Abu dan Jumat saja. Bentuk puasanya hanya boleh kenyang sehari, tapi tidak seberat teman-teman muslim. Bagi yang sakit boleh tidak puasa. Kalau gereja universal masih mengikuti ketentuan-ketentuan liturgi jadi pantang makan daging. Jadi berlatih untuk menahan yang biasa kami lakukan,” ujar Romo Agustinus.
Tanda abu dalam tahapan peribadatan Rabu Abu menjadi hal yang sangat sakral. Proses pengolesan abu di dahi, seorang romo dan prodiakon akan mengatakan, “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil, kabar kebenaran Kristus”. Dalam kepercayaan Katolik, abu sendiri mengingatkan bahwa sejatinya manusia adalah makhluk yang rapuh. Hakikatnya manusia berasal dari abu dan akan kembali menjadi abu. Abu yang dioleskan berbentuk salip sebagai tanda untuk mengikuti teladan Yesus, dekat dengan Tuhan.
Tahun ini keuskupan Surabaya mengambil tema “Spiritualitas Keluarga, Membangun Keluarga, dan Kesucian Keluarga,” Romo Agustinus mengungkapkan, bahwa tema tersebut berlatar dari keluarga adalah hubungan terdekat di lingkungan manusia.
“Keprihatinnya, kalau secara dasar keuskupan Surabaya untuk 10 tahun nanti memang ingin meningkatkan kualitas umat. Yang kena dampak masalah milenial ini kan keluarga, jadi nanti pertemuan-pertemuan umat ya yang dialami itu keluarga,” ungkap pria lulusan Universitas Urbaniana, Vatikan Roma, tersebut.
Makna dan nilai Rabu Abu tidak hanya dapat dirasakan oleh umat Katolik saja. Secara universal, pesan solidaritas, saling berbagi, dan tolong menolong dapat diamalkan oleh setiap umat manusia.
“Nilai yang bisa diambil secara universal adalah nilai solidaritas. Nilai bahwa kami dipanggil untuk peduli untuk saudara kita yang menderita dan kekurangan. Mari semua saling bahu-membahu, saling tolong-menolong. Saya kira semua agama juga mengajarkan hal yang demikian,” tuturnya.
Sebagai Imam, Romo Agustinus berharap setiap umat dapat memulai langkah perubahan yang lebih baik. Selain itu, juga menjauhkan diri dari kegiatan-kegiatan keduniawan agar perayaan Rabu Abu dapat dijalankan secara khusyuk.
“Pesan saya, masa bertobatan hendaknya diisi dengan keseriusan bukan untuk sekadar pamer atau tampil. Perlu dipahami betul bahwa sejatinya manusia memang lemah, banyak dosa dan berasal dari abu. Jadi tobat yang tulus,” ujarnya.
Sebagai informasi, Gereja Santa Maria Tak Bercela Surabaya merupakan salah satu gereja yang menjadi lokasi bom bunuh diri pada 13 Mei 2018.