SURABAYA, Tugujatim.id – Berbagi hampers menjadi budaya yang lekat saat perayaan Idulfitri. Menariknya, hampers Lebaran ini sudah ada sejak zaman kolonialisme lho. Kok bisa?
Hampers Lebaran Idulfitri yang sering kali berupa bingkisan aneka macam isian telah melalui sejarah dan perkembangan yang panjang.
Menurut dosen sejarah Universitas Airlangga (Unair) Moordiati, budaya berbagi bingkisan sudah ada sejak zaman kolonialisme. Tetapi, bentuknya tidak seperti yang kita temui seperti saat ini.
Pada zaman kolonialisme Belanda, budaya berbagi bingkisan hanya melibatkan kalangan tertentu. Moordiati menyebutkan, penyebabnya adalah ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang terjadi pada saat itu.
Bahkan, dia mengatakan, budaya tersebut tidak populer pada zaman pendudukan Jepang yang terkenal dengan kekejamannya sehingga fokus masyarakat adalah melawan kesulitan kehidupan sehari-hari.
Menurut dia, berbagi bingkisan masih tidak populer pada masa pemerintahan Soekarno. Namun, masyarakat luas kemudian mulai melakukan budaya tersebut sejak 1980-an dengan istilah berbagi parsel. Pada saat itu, parsel berisi makanan khas Lebaran.
“Awalnya memang makanan, tetapi kemudian isi parsel berubah seiring perkembangan zaman. Ada yang pakaian, barang pecah belah seperti cangkir, dan bunga,” kata Moordiati.
Kemudian, pada 2000-an parsel makin populer dan istilahnya bergeser menjadi hampers. Pada awal-awal ini tidak sedikit pengusaha yang menjual produk jual belinya untuk dibentuk hampers Lebaran.
Baca Juga: 3 Resto Menakjubkan di Satu Destinasi Wisata Lembah Indah Malang: Diapit Keindahan Gunung Kawi!
Moordiati juga menuturkan, awalnya pemberian hampers hanya sebagai ucapan terima kasih. Namun, makin berjalan maknanya berubah menjadi wujud apresiasi terutama selama perayaan-perayaan agama atau acara sosial. Makna tersebutlah yang menjadi tonggak awal budaya berbagi hamper Lebaran.
Sayangnya, tidak dapat dipungkiri jika saat ini hampers juga menunjukkan status sosial si pemberi.
“Sekarang hampers dimaknai sebagai status sosial. Semakin tinggi nilai hampers yang diberi atau diterima, bisa menjadi penanda tingginya status sosial pula,” jelasnya.
Dengan demikian, hamper tidak hanya menjadi simbol kedermawanan dan rasa terima kasih, tetapi praktik memberikan dan menerima hampers telah menjadi bagian dari ritual sosial dan perayaan, yang juga melibatkan permainan status dan pengakuan sosialnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Writer: Izzatun Najibah
Editor: Dwi Lindawati