MOJOKERTO, Tugujatim.id – Satu lagi objek cagar budaya baru di Kabupaten Mojokerto adalah Prasasti Masahar. Prasasti yang mempunyai lebar 88 sentimeter, tinggi 91 sentimeter, dan tebal 21 sentimeter ini berbahan dasar batu andesit, berwarna abu-abu, serta berbentuk segi lima. Saat ditemukan, pada sisi kiri atas ada keropos, sementara seperempat bagian bawah patah dan hilang. Prasasti ini menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno.
Baca Juga: Tepis Isu Erina Gudono Bau Ketiak, Teman Ngegym Buka Suara: Berkeringat Tak Bau Badan
Berdasarkan laporan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) Kabupaten Mojokerto, Prasasti Masahar atau dikenal pula dengan nama Prasasti Gemekan ditemukan di Gemekan, Sooko, Kabupaten Mojokerto. Kronologi penanggalan yang tercantum pada prasasti dan paleografi aksara yang terpahat pada seluruh bagian prasasti ini menunjukkan kesesuaian masa yakni aksara yang berkembang kisaran abad 8 hingga 10 Masehi. Sementara itu, belum ada kajian ilmiah tentang Prasasti Masahar ini, namun beberapa epigraf sudah mencoba untuk melakukan pembacaan awal, seperti Ismail Lutfi yang hasil pembacaannya disampaikan pada kanal YouTube BPKW XI.
Masih dari laporan yang sama, hasil informasi penting yang tercantum pada Prasasti Masahar adalah:
Dikeluarkan oleh Sri Maharaja Rake Hino Pu Siṇḍok Sri Īsanawikramadharmmotuṅgadewa pada bulan Aśuji tanggal 12 paro terang tahun 852 Śaka (7 Oktober 930 Masehi).
Isinya mengenai perintah Mpu Siṇḍok kepada Samgat Maḍaṇḍar Pu Padma dan Aṅgĕhan Pu Kuṇḍala untuk membatasi tanah sawah tarukān yang masuk wilayah Paḍaŋ yang telah dibeli oleh Rakai Hañaṅan Lampuran Pu Wawu dan istrinya Dyah Parhyaṅan.
Ukuran tanah adalah 3 tampaḥ yang dibeli dengan mas 3 kāti dan 5 suwarṇa. Tanah yang dibatasi tersebut merupakan sīma punpunan untuk bangunan suci Sanghyang Prāsadhā Kabupatenhaktyan i Paṅurumbigyan di Desa Masahar yang termasuk wilayah Paḍaŋ.
Pada sisi depan, ada pertanggalan dan alasan mengapa prasasti ini dikeluarkan nama raja. Sisi tersebut juga menyebut nama Rakryān Bini Haji Rakai Śrī Maṅgala i Tawaṇḍara (berarti selain permaisuri Rakryān Śrī Parameśwari Śrī Warddhanī pu Kĕbi yang disebutkan dalam prasasti Gěwěg dan Rakryān Binihaji Rakryān Mangibil yang disebut dalam Prasasti Wulig).
Sisi depan juga memuat informasi tentang Tanah Sīma yang tidak boleh dirusak sampai akhir zaman, sebagai pemberian hadiah untuk para pejabat. Selain itu, Tanah Sīma ini tidak boleh dimasuki oleh petugas pajak (maṅilala drabya haji). Tanah yang dijadikan Sīma adalah tanah tarukān (perkampungan baru). Tanah Sīma juga merupakan sīma punpunan untuk bangunan suci Sanghyang Prasada Kabupaten Haktyani Parumbigyan.
Kemudian, sisi belakang prasasti memuat informasi tentang pemberian hadiah (pasak-pasak) kepada para pejabat dan yang hadir dalam upacara sīma berupa emas dan wḍihan (kain), ada yang satu helai (hlai), dan ada yang satu pasang (yu singkatan dari yugala).
Pada sisi kiri tertulis sumpah atau kutukan kepada orang-orang yang berani merusak prasasti. Lalu pada sisi kanan memuat informasi bahwa selesai upacara diakhiri dengan makan, minum, dan pertunjukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Writer: Hanif Nanda Zakaria
Editor: Dwi Lindawati