MALANG, Tugujatim.id – Kota Malang merupakan kota kedua dengan sebaran kumulatif orang dengan HIV/AIDS on ARV di Jawa Timur pada 2021. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur mendata ada 1.586 kasus.
Lalu pada 2022, kasus sebaran HIV baru di Kota Malang juga masih menempati posisi kedua setelah Surabaya. Tercatat ada 306 kasus sebaran baru.
Dari naiknya angka kasus HIV/AIDS di Kota Malang, ternyata Kota Malang belum memiliki payung hukum regulasi mengenai penanganan HIV/AIDS.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, Husnul Muarif menjelaskan, sampai saat ini pihaknya masih mengacu pada Perda No 12 tahun 2010 tentang Pelayanan Kesehatan. “Secara umum ya di perda itu. Kalau nanti ada perdanya yang khusus, kegiatannya bisa lebih baik dan efisien. Harus ada kajian terlebih dahulu untuk menerbitkan regulasi,” ungkap Husnul, pada Jumat (23/06/23).
Husnul juga mengatakan bahwa rata-rata sasaran atau yang terkena HIV/AIDS berada di usia 15 sampai 59 tahun. Rata-rata terkena dari kalangan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). “Ada dari komunitas LGBT. Bahkan sebulan bisa mencapai 10 kasus. Mereka lapor ke puskesmas atau dari LSM yang datang dari luar Kota Malang yang (mungkin) nyaman berobat di Kota Malang,” ucapnya.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang bersumber dari SIHA Laporan Surveilans Kasus AISD 2009-2021, ada lima daerah di Indonesia dengan jumlah AIDS tertinggi, yakni Papua (24.727), Jawa Timur (21.676), Jawa Tengah (14.230), DKI Jakarta (10.881), dan Bali (9.552).
Sementara itu, terkait belum adanya perda untuk penanganan HIV/AIDS di Kota Malang, Ketua Komisi D DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani menyatakan bahwa pihaknya akan mendorong terciptanya perda yang menaungi isu penyakit menular itu.
Pihaknya juga telah bertemu dengan sejumlah organisasi penggerak isu tersebut untuk membahas perda itu.
Masih kata Amithya, selama ini ada banyak gerakan masyarakat sipil dalam upaya menanggulangi penyakit menular. Hanya saja, gerakan mereka tidak terakomodir dengan baik oleh pemerintah.
“Kami akan tetap mendorong dan kemudian akan kami evaluasi. Dari hasil diskusi itu, memberi pengalaman baru bahwa masyarakat juga bergerak untuk membantu kinerja pemerintah. Hal ini akan kami jelaskan di rapat kerja dengan eksekutif agar perda bisa segera dibentuk,” ujar Amithya.
Amithya juga menuturkan bahwa belum adanya payung hukum yang jelas terkait penyakit menular di Kota Malang menyebabkan arah kerja Pemkot Malang tidak terarah.
Ia berharap, perda yang lahir nanti bisa mengakomodir untuk membantu kebutuhan teknis hingga implementasi.
“Pada akhirnya apa yang dikerjakan oleh pemerintah tidak terarah. Ada beberapa piranti yang tidak terlindungi dan terarah, bahkan tidak terafiliasi. Dengan adanya perda tersebut, nantinya akan mengarahkan eksekutif agar lebih fokus lagi,” pungkasnya.
Reporter: Yona Arianto
Editor: Lizya Kristanti