SURABAYA, Tugujatim.id – Kekerasan masih menjadi momok bagi semua orang. Karena itu, masyarakat perlu waspada dan mengenali dampak, ciri-ciri dan langkah penanganan kekerasan pada anak.
Pada kuartal akhir 2023, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sebanyak 1.056 kasus atau 58,7 persen pelanggaran terhadap anak yang dilakukan keluarga dan pengasuh. Seperti halnya kasus yang menimpa salah satu selebgram asal Malang, Aghnia Punjabi.
Dosen Ahli Psikologi Sosial Universitas Airlangga, Ike Herdianan mengatakan jika ada banyak faktor yang mempengaruhi kekerasan pada anak. Salah satunya masih banyak masyarakat yang menormalisasikan tindakan berlaku keras pada anak.
“Masyarakat kerap menormalisasi kekerasan orang tua terhadap anak berkedok pendisiplinan, dan lainnya,” katanya.
Selain itu, faktor kemiskinan, minim pemahaman, minim pendidikan atau faktor internal juga mempengaruhi.
“Pelaku juga bisa saja orang yang memiliki masa lalu buruk sebagai korban atau berasal dari keluarga yang tidak harmonis, hingga konflik dengan perkawinan,” ujarnya.
Dampak Kekerasan pada Anak
Tindakan kekerasan akan meninggalkan jejak dan bayang-bayang pada anak. Jika anak memiliki tumbuh kembang yang baik, maka pengalaman baik akan mengikuti. Sebaliknya.
Ike menuturkan, dampak psikologis yang akan dialami sang anak jika menjadi korban kekerasan dan pelecehan adalah risiko akan munculnya perasaan pantas mendapatkan perlakuan yang dialaminya. Selain itu, akan muncul rasa bersalah, malu, dan tidak berdaya.
“Kemudian, percaya bahwa mereka tidak diinginkan dan tidak layak untuk dicintai atau dihormati, ada rasa takut untuk melakukan sesuatu yang membuat pelaku kesal, mengalami susah tidur, berkonsentrasi, hingga sulit melakukan aktivitas yang sebelumnya mereka sukai,” terangnya.
Ciri-ciri Anak Alami Kekerasan
Agar kejadian tersebut tidak berulang lagi, ada beberapa poin yang harus dikenali orangtua atau orang terdekat. Sebagi tanda atau ciri-ciri anak mengalami kekerasan atau pelecehan.
“Selain jejak fisik, dapat dilihat pada ciri-ciri seperti mimpi buruk, sulit tidur dan mengigau, tampak lebih murung, tiba-tiba menjadi pemberontak, pemarah, dan impulsive, takut dengan orang yang memiliki ciri yang mirip dengan pelaku, takut dengan barang yang berhubungan dengan kejadian, hingga tindakan sengaja membahayakan diri,” ucapnya.
Langkah Penanganan
Jika sudah mengetahui ciri-ciri tersebut, maka anak perlu pendampingan keluarga terpercaya dan dipindahkan ke ruang aman.
“Intinya, anak harus dijauhkan dari pelaku, pendampingan piskologis tetap harus dilakukan, dan pelaku harus diproses secara hukum,” terangnya.
Lalu, orangtua harus ingat bahwa mendidik anak yang disiplin tidak berarti harus melakukan kekerasan.
“Disiplinkan anak dengan penuh pertimbangan, jangan dalam keadaan kesal, periksa segala tindakan dan perkataan sudah baik atau belum, karena masalah dapat diselesaikan tanpa memukul atau membentak,” bebernya.
Kemudian, orangtua juga wajib bantu laporkan dan membantu anak dalam proses pemulihannya. Orangtua perlu membangun hubungan yang positif dan harmonis dengan anak. Mendukung kegiatan anak, membangun awareness pada anak mengenai hak mereka.
Reporter: Izzatun Najibah
Editor: Darmadi Sasongko