MALANG, Tugujatim.id – Kota Malang memiliki salah satu bangunan yang ikonik. Namanya Klenteng Eng An Kiong. Bangunan yang terletak di Jl R.E. Martadinata No 1, Kota Lama, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur, itu salah satu bangunan tua yang diperkirakan sudah ada sejak zaman Belanda. Selain itu, ikon ini dibangun dengan ciri khas Tiongkok yang memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat.
Di bagian depan Klenteng Eng An Kiong, ada beberapa pilar yang dihiasi dengan ukiran-ukiran seperti naga yang juga menghiasi setiap sudut bangunan. Bahkan, lukisan dengan nilai tinggi dan memiliki makna yang mendalam ini berjajar rapi di beberapa sisi bangunan. Istimewanya, bangunan tersebut didominasi dengan gaya arsitektur Tiongkok dan Eropa.
Ciri khas lain yang dimiliki bangunan ini dari warna yang menghiasinya, yaitu dominasi warna merah dan kuning. Arti warna merah itu adalah kehidupan, keberanian, dan kebahagiaan. Sedangkan makna warna kuning berarti keagungan.
Sementara itu, Ketua Yayasan Klenteng Eng An Kiong Kota Malang Rudi Phan mengatakan, tempat bersejarah sekaligus tempat ibadah itu sudah menjadi salah satu cagar budaya. Bukan hanya itu, Klenteng Eng An Kiong memiliki daya tarik tersendiri karena di dalamnya menaungi tiga penganut agama atau kepercayaan.
“Berdiri sejak 1825 atau 197 tahun, yayasan ini menaungi tiga agama yaitu Ji (Khonghucu), Too (Tao), dan Sik (Buddha),” katanya.
Dia mengatakan, bangunan tua yang sudah hampir dua abad atau tepatnya 197 tahun itu didirikan salah seorang letnan berkebangsaan China yang bekerja dengan orang Belanda.
“Pendirinya adalah Letnan Kwee Sam Hway, seorang warga China tapi bekerja dengan orang Belanda, dulunya kan perkebunan tebu di sini,” ujarnya.
Rudi menjelaskan, dengan memegang teguh Tri Dharma sehingga yayasan ini turut terlibat dalam membantu masyarakat yang kurang mampu.
“Yayasan ini memiliki tiga visi dan misi. Pertama, agama kita tahu ini tempat ibadah, kedua kebudayaan, jadi kita masih melestarikan budaya Indonesia dan kebudayaan China. Ketiga misi sosial, di belakang sini ada puskesmas kami melayani warga sekitar yang kurang mampu” jelasnya.
Dia melanjutkan, sebelum pandemi merajalela di dunia, khususnya Indonesia. Jumlah pengunjung yang datang sangat banyak, bahkan dari mancanegara datang ke tempat ini.
“Kalau sebelum Covid-19, banyak wisatawan mancanegara yang datang. Karena ini termasuk tempat budaya. Turis-turis itu banyak, ada yang dari Jerman, Belanda, dan Prancis. Biasanya pada Juli-Oktober,” tutupnya.