MALANG, Tugujatim.id – Babak baru sengketa lahan antara petani jeruk Desa Selorejo melawan Pemerintah Desa (Pemdes) Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, kini sudah memasuki persidangan putusan sela. Dalam persidangan tersebut, kuasa hukum Pemdes Selorejo Didik Lestariyono mengatakan, pihaknya optimistis menang karena melihat tanah tersebut adalah tanah bengkok milik kliennya.
“Legalitas letter C sudah jelas, pohon jeruk yang ditanam juga sumbangan dari pemerintah pusat. Artinya, SK kepala desa untuk tidak menyewakan lagi itu sah,” ungkapnya saat dikonfirmasi Senin (31/05/2021).
Dia juga menjelaskan, saat ini persidangan sudah berjalan sekitar 7 kali. Dan putusan sela sudah keluar sejak Selasa lalu (25/05/2021) dan Pemdes Selorejo dinyatakan menang. Namun, hakim masih memberikan tenggat waktu bagi kubu petani jeruk untuk melakukan banding.
“Kami tidak mempermasalahkan jika mereka (petani jeruk) melakukan banding, karena itu hak mereka,” tegasnya.
Dia juga jemawa jika pihaknya sudah dipastikan menang karena menurutnya usaha banding dari para petani jeruk hanyalah sia-sia.
“Itu cuma mengulur-ulur waktu saja karena kuitansi itu pada 2020 sistemnya dirawat dulu, setelah panen dibayar. Dan kuitansi itu juga sudah kelewat,” tegasnya.
Di tempat terpisah, kuasa hukum petani jeruk Desa Selorejo Wiwit Tuhu mengatakan, pihaknya belum menyerahkan untuk melakukan banding terhadap putusan sela tersebut. Dia juga mengungkapkan kekecewaannya terkait keputusan majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen.
“Dari kuasa hukum warga yang mengajukan gugatan class action menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan majelis hakim,” tegasnya.
Dia juga mengatakan, pihaknya diberikan tenggat waktu 14 hari untuk mengajukan banding sejak putusan sela pada 25 Mei 2021.
“Putusan tersebut bukan berarti penyewa kalah dan dianggap tidak berhak atas tanaman jeruk karena putusan tersebut adalah putusan sela mengenai formalitas gugatan saja, belum masuk ke pokok perkara tentang penyewa ini berhak atau tidak atas tanaman jeruknya. Jadi, tolong dipahami benar terkait proses peradilan yang sedang berjalan,” jelasnya.
“Kalau ada pertanyaan apa dasar hukumnya banding, maka dapat diterangkan banding adalah upaya hukum yang dilakukan jika salah satu pihak tidak puas terhadap putusan pengadilan negeri. Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan,” imbuhnya.
Wiwit juga mengatakan, saat ini para petani jeruk hanya berharap agar diizinkan tetap menyewa lahan dan tidak meminta ganti rugi.
“Para penyewa saat ini sudah jelas penguasaan atas asetnya. Karena itu, kami akan terus berjuang untuk petani yang sudah menanam dan membesarkan tanaman jeruk, tapi belum mendapatkan keuntungan,” ujarnya.