Tugujatim.id – Serangan rudal Rusia ke wilayah Ukraina pada Kamis (23/02/2022) menjadi konflik terbesar antar negara Eropa yang kembali terjadi setelah berakhirnya Perang Dunia II. Tidak hanya serangan udara, di wilayah darat barikade pasukan militer Rusia mulai memasuki perbatasan timur Ukraina di Chernihiv, Luhansk dan Kharkiv.
Sementara dari wilayah laut, tentara Rusia berdatangan ke Kota Odessa dan kota Mariupol di sisi selatan Ukraina. Dilansir dari laman Reuters, sedikitnya ada sekitar delapan warga sipil yang tewas dan sembilan orang luka-luka akibat serangan rudal Rusia.
“Putin baru saja melakukan invasi skala besar ke Ukraina. Kota-kota di Ukraina yang damai tengah diserang,” tulis Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba melalui akun Twitternya.
Sejarah panjang konflik Rusia-Ukraina sendiri sudah terjadi sejak perang dunia pertama. Menjelang akhir Perang Dunia 1, sekitar tahun 1917, konflik pertama Rusia dan Ukraina terjadi saat Revolusi Bolshevik.
Serangkaian perang saudara yang brutal kemudian terjadi sebelum akhirnya Ukraina jadi bagian dari Uni Soviet pada Desember 1922. Konflik berlanjut pada tahun 1930. Kala itu ketika pemimpin Soviet, Joseph Stalin mengatur kelaparan yang kini dianggap sebagai genosida dan telah mematikan jutaan orang Ukraina.
Setelahnya, Stalin membawa masuk sejumlah besar orang Rusia untuk mengisi kekosongan penduduk di timur Ukraina. Kesenjangan pun terjadi antara warga Ukraina Barat dengan penduduk Ukraina timur yang cenderung punya ikatan kuat dengan Rusia.
Bahkan saat Perang Dunia II, Ukraina terpecah menjadi tiga kelompok. Beberapa warga Ukraina berjuang membela Jerman, sementara yang lain berjuang demi Uni Soviet. Sedangkan warga barat Ukraina berjuang demi kemerdekaan mereka sendiri.
Meski sempat mereda sejak Uni Soviet runtuh dan Ukraina meraih kemerdekaannya di tahun 1991, konflik dengan Rusia kembali memanas pada tahun 2014.
Dilansir dari laman Independent, pada Maret 2014, Rusia menduduki wilayah semenanjung Krimea di Ukraina setelah presiden Viktor Yanukovych yang pro-Rusia digulingkan oleh massa.
Namun Pemerintah Rusia berdalih upaya ini dilakukan untuk melindungi keselamatan warga keturunan Rusia yang tinggal di Krimea. Konflik Rusia-Ukraina di semenanjung Krimea ini menewaskan lebih dari 14.000 warga sipil.
Meskipun Rusia dan Ukraina sepakat menandatangani perjanjian damai pada tahun 2015, faktanya kesepakatan gencatan senjata berulang kali dilanggar.
Hingga akhirnya konflik kembali memanas pada tahun 2022. Dilansir dari Reuters, dalam pidatonya, Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengumumkan operasi militer khusus demi melindungi orang-orang dan warga Rusia yang jadi target “genosida” di Ukraina.
“Rusia tidak dapat ketenteraman, berkembang, dan hidup dengan ancaman terus-menerus dari Ukraina.
Kami terus berjuang untuk demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina,” ucap Putin.