SURABAYA, Tugujatim.id – Sekelompok buruh PT Agel Langgeng (anak perusahaan Kapal Api Group) melakukan aksi demontrasi di depan rumah pemilik pabrik, Soedomo Mergonoto, pada 5 April 2023 lalu. Video aksi itu viral lantaran adanya penjagaan ketat dari ratusan aparat kepolisian.
Salah satu buruh PT Agel Langgeng Pasuruan, Zainul Alim mengungkapkan kronologi kasus PT Agel Langgeng yang diduga melakukan penelantaran terhadap ratusan buruh karena tidak segera melunasi pesangon PHK dan THR. Zainul Alim sendiri merupakan karyawan yang sudah bekerja di PT Agel Langgeng selama hampir 19 tahun.
Diketahui, PT Agel Langgeng merupakan anak perusahaan Kapal Api Group yang beralamat di Jalan Randupitu-Gunung Gangsir Kota Pasuruan. Selain di Pasuruan, PT Agel Langgeng juga beroperasi di Bekasi dan Dawuan.
PT Agel Langgeng adalah salah satu produsen permen dan biskuit terbesar di Indonesia. Didirikan pada tahun 1991, Agel Langgeng telah memproduksi permen populer di Indonesia, seperti Relaxa, Gingerbon, dan Espresso.
Disebutkan, terhitung sejak 2012, pengusaha tidak segera melakukan pembaharuan terhadap Peraturan Perusahaan (PP). Kemudian 27 Juni 2022, pengusaha dan pekerja menekan perjanjian bersama. Di mana keduanya sepakat menggunakan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau PP untuk menghindari kekosongan hukum.
Kemudian pada 9 Juli, kata dia, 37 karyawan di PHK dengan berpedoman UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP No 34 Tahun 2023 yang mana perusahaan akan mengganti karyawan tetap dengan pekerja outsourcing. Namun, para pekerja menolak karena sudah banyak yang memasuki usia pensiun, perusahaan stabil, dan dasar hukum yang dijadikan alasan PHK tidak berpedoman dengan PP.
Lalu, tambah dia, antara Agustus-November 2022, antara pengusaha dan pekerja berunding terkait hal tersebut dengan hasil pungusaha mencabut PHK dan karyawan bisa bekerja kembali.
Kemudian, pada 20 Desember 2022 pengusaha memberikan surat libur kepada para karyawan. “Bulan Desember 2022 diliburkan hampir dua minggu. Dengan alasan kendala proses produksi yang belum selesai, kelangkaan bahan baku, dan proses proyek pembangunan instalasi hopper dan conveyorline gingerbon,” kata Zainul Alim.
Setelah libur selama dua pekan, pekerja kaget melihat mesin-mesin produksi yang sudah dipindahkan ke Bekasi oleh perusahaan.
“Namun ketika kami masuk di tanggal 9 Januari karena tiba-tiba semua pabrik disegel dan pabrik ditutup dengan alasan merugi. Padahal pas libur kemarin kendala,” terang Zainul.
Sejak saat itu, ratusan karyawan tidak bisa bekerja lagi. Berada di posisi tanpa kejelasan, buruh memutuskan untuk meminta kepastian dari pemilik Kapal Api Group, Soedomo, di rumahnya, di kawasan Dharmahusada Indah Surabaya.
“Waktu itu kami buat surat 25 Januari 2023, dari situ berlanjut sampai tiga bulan ini kami ditelantarkan di tenda tanpa ada kepastian kemunikasi yang jelas. Selama itu pula hak-hak kami seperti upah, THR tidak diberikan, bahkan BJPS kami nunggak. Karena di perusahaan sudah tidak ada yang bisa ditemui, dan mesin dipindah di Bekasi, akhirnya kami menagih ke rumah Bapak Seodomo,” jelasnya.
Kekecewaan buruh semakin memuncak ketika salah seorang buruh lainnya jatuh sakit berujung meninggal dunia setelah mengikuti aksi. Ahli waris tidak mampu menarik jaminan kematian BPJS, lantaran perusahaan tidak membayarkan iuran BPJS Ketenagakerjaan.
“Karena di sana (perusahaan) juga tidak ada itikad baik. Kami juga menagih ke PT Santos Jaya Abadi. Bahkan ada yang meninggal teman kami saat berjuang menuntut upah dan tidak dibayarkan BPJS,” beber Zainul.
Buruh memperjelas, terkait uang pesangon PHK, buruh berhak mendapatkan kompensasi uang pesangon sebesar dua kali masa kerja, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan uang penggantian hak 15 persen. Tetapi dengan alasan merugi, perusahaan memberikan pesangon sebesar 0,5 kali masa kerja, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan tanpa memberikan uang penggantian hak.
“Kasus ini pengusaha mencoba mempraktikkan Omnibus Law yang baru digedok. Hak pensiun itu seharusnya sekitar Rp170 juta. Kawan-kawan hanya menerima Rp40 juta. Ini contoh perampasan hak oleh negara untuk rakyatnya,” ucap Sekretaris DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Jawa Timur, Pujianto, pada Jumat (14/4/2023).