SURABAYA, Tugujatim.id – Aksi miris dilakukan oleh EN, salah satu oknum guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Sukodadi, Lamongan, yang tega mecukur rambut belasan siswi karena tak menggunakan penutup jilbab atau ciput, pada Rabu (23/8/2023).
Kabar ini sontak menjadi perbincangan publik kala para siswi mengeluhkan dan mengadu pada orangtua. Mereka digunduli dengan menggunakan mesin cukur. Padahal, tak ada aturan wajib dari sekolah yang mewajibkan para siswinya menggunakan ciput.
Merespons hal tersebut, Kepala Bidang Advokasi dan Kampanye Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Habibus Shalihin menyatakan bahwa insiden itu telah melanggar Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU 35/2014), yang bertuliskan, “setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak”.
Meski Dinas Pendidikan setempat telah memberikan sanksi non job alias tidak diperbolehkan mengajar di sekolah terkait hingga batas batas waktu yang tidak ditentukan, artinya tidak menutup kemungkinan bahwa oknum tersebut akan mengajar kembali.
Kata dia, kejadian ini tentu saja memukul psikis para korban. Padahal, seharusnya sekolah menjadi ruang aman bagi anak-anak untuk memperoleh haknya di bidang pendidikan.
LBH Surabaya menyatakan bahwa pemerintah harus bertanggung jawab penuh. Pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada korban, baik berkaitan dengan fisik maupun psikis.
“Hal itu bisa melanggar Pasal 80 ayat 1 UU 35 tahun 2014 dengan ancaman pidana maksimal tiga tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta,” kata Habibus, pada Kamis (31/8/2023).
Selain itu, menurut LBH Surabaya, apa yang dilakukan oleh EN juga telah mencoreng Pasal 7 dan Pasal 8 Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2023 terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
“Perbuatan EN yang mencukur rambut siswi secara paksa itu bentuk kekerasan. Apalagi ciput bukan bagian resmi dari seragam untuk pelajar SMP. Berdasarkan Permendikbudristek RI No 50 tahun 2022,” jelasnya.
Untuk itu, LBH Surabaya mendesak kepada Polres Lamongan agar segera mengambil tindakan hukum demi memastikan keadilan untuk para korban.
Selain itu, LBH juga mendorong agar sekolah bisa menjamin rasa aman kepada seluruh siswanya di lingkungan belajar mengajar. “Kami juga mendorong agar Dinas Pendidikan melakukan evaluasi secara menyeluruh ke lingkungan pendidikan dan kami berharap kepada semua elemen masyarakat untuk peduli serta melindungi hak-hak anak,” tegasnya.
Reporter: Izzatun Najibah
Editor: Lizya Kristanti