MALANG, Tugujatim.id – Apa sih yang ada di benak Anda soal bisnis di bidang pertanian? Dan apa tantangan ke depannya? Menurut Koordinator Tenaga Ahli di Kementerian Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, sistem swasembada pangan saat ini sudah tidak relevan untuk diterapkan. Dia melanjutkan, masyarakat tak hanya butuh nasi untuk mencukupi kebutuhan nutrisi.
“Ada banyak hal yang dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi nutrisi tubuh. Tak hanya soal nasi, tapi ada lauk pauk dan singkong,” katanya.
Dia mengatakan, dalam food system atau sistem pangan, kuncinya adalah gizi atau nutrisi yang masuk ke dalam tubuh manusia.
Sementara itu, Rektor Universitas Brawijaya (UB) Prof Dr Ir Nuhfil Hanani mengatakan hal yang sama. Dia menambahkan, tantangan bidang pertanian ke depannya bukan hanya soal perut kenyang, tapi juga nutrisi.
“Seperti halnya functional food untuk menurunkan kolesterol dan diabetes,” imbuhnya.
Hal ini dilatarbelakangi optimisme bahwa di era industri peranan pangan tidak dapat digantikan dengan komoditas lain.
“Melalui forum ini, diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan dan memberikan masukan pemerintah dalam mengembangkan food system dan agriculture in Indonesia,” jelasnya.
Untuk diketahui, UB bersama Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) menggelar konferensi internasional membahas tantangan bidang pertanian ke depannya. Konferensi ini dihadiri 100 peserta secara luring pada Jumat (27/05/2022).
Ketua Umum Perhepi Prof Bustanul Arifin membuka acara konferensi ini. Menurut dia, konferensi ini mengambil tema “Transforming Global Food System: Strengthening Agricultural Sector” untuk menyatukan isu-isu kompleks seperti transformasi sistem pangan global. Dalam hal ini yang utama tentang bagaimana memperkuat sektor pertanian, meningkatkan alokasi dukungan dan sumber daya untuk petani kecil, dan mengembangkan kemitraan multi-stakeholder yang lebih inklusif dan lebih kuat.
Menurut Bustanul, sistem pangan global berada dalam tantangan yang sangat serius, setelah dua tahun pandemi Covid-19 yang mengakibatkan resesi ekonomi global. Ketegangan terbaru antara Rusia dan Ukraina dan masalah geopolitik global lainnya telah meningkatkan inflasi global.
Bahkan, laju inflasi Indonesia pada 2022 diperkirakan akan mencapai lebih dari 5 persen, meningkat signifikan dari 2,6 persen pada 2021.
“Indonesia saat ini menganut dan mengembangkan sistem pangan berkelanjutan yang komprehensif, meliputi kegiatan sistem produksi, pengolahan, distribusi, perdagangan, dan sistem konsumsi pangan,” terangnya.
Karena itu, Bustanul menambahkan, outcome dari sistem pangan adalah peningkatan ketahanan pangan yang meliputi ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan.
Sedangkan dalam visi keberlanjutan, sistem pangan juga membawa hasil berupa kesejahteraan sosial yang meliputi lapangan kerja, tingkat pendapatan, modal manusia, modal sosial, modal politik dan kesehatan lingkungan yang meliputi aliran stok ekosistem, jasa ekosistem, akses ke modal alam dan lain-lain.
“Di sektor pertanian pangan, Indonesia telah berkomitmen untuk menerapkan Sustainable and Resilient Food Systems (SRFS). SRFS merupakan landasan penting untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi untuk dapat berkontribusi pada pola makan yang sehat dan seimbang, pengentasan kemiskinan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, konservasi ekosistem, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” bebernya.
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugujatim , Facebook Tugu Jatim ,
Youtube Tugu Jatim ID , dan Twitter @tugujatim