SURABAYA, Tugujatim.id – Museum W.R. Soepratman di Surabaya menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang wajib dikunjungi. Museum ini terletak di Jalan Mangga Nomor 21, Tambaksari, dan sebelumnya merupakan rumah milik Roekiyem Soepratijah, kakak tertua dari W.R. Soepratman. Rumah sederhana ini juga menjadi tempat W.R. Soepratman menghembuskan napas terakhirnya pada 17 Agustus 1938.
Museum W.R. Soepratman resmi dibuka pada 10 November 2018 oleh Wali Kota Surabaya saat itu, Tri Rismaharini, sebagai upaya melestarikan sejarah dan menghormati jasa pahlawan pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya. Saat berkunjung, Kamu akan menemukan rumah dengan gaya tempo dulu yang masih mempertahankan bentuk asli bangunannya.
Rumah ini hanya memiliki dua kamar tidur, satu ruang tamu, kamar mandi, dan teras kecil di bagian belakang. Lokasi rumah yang berada di ujung persimpangan jalan menjadikannya mudah dikenali.
Dalam Museum W.R. Soepratman, Kamu akan disambut berbagai benda peninggalan bersejarah. Salah satu daya tariknya adalah replika biola W.R. Soepratman yang dipajang di kamar belakang. Biola ini adalah simbol penting, karena melalui alat musik inilah lagu-lagu kebangsaan Indonesia lahir.
Selain itu, terdapat kursi dan dipan otentik yang dibawa langsung dari rumah kelahirannya di Purworejo, Jawa Tengah. Kamu juga bisa melihat manekin yang mengenakan replika pakaian W.R. Soepratman saat menghadiri Kongres Pemuda pada 28 Oktober 1928, dimana lagu Indonesia Raya pertama kali diperkenalkan secara instrumental di hadapan para peserta.
Ruang tamu Museum W.R. Soepratman juga penuh dengan foto-foto W.R. Soepratman bersama keluarga dan teman dekat. Ada lemari berisi replika biola serta beberapa piagam penghargaan dan dokumen bersejarah lainnya. Salah satu sudut menarik adalah dinding yang menampilkan jejak hidup W.R. Soepratman, mulai dari masa kecilnya, perjalanan karir, hingga saat-saat terakhirnya.
Bagi Kamu yang ingin tahu lebih banyak, Museum W.R. Soepratman dilengkapi dengan petugas yang ramah dan siap menjelaskan sejarah hidup W.R. Soepratman. Sebagai contoh, informasi yang akan diberikan seperti informasi mengenai kelahiran W.R. Soepratman, yakni pada 9 Maret 1903 di Jatinegara, Jakarta.
Semasa hidupnya, ia kerap berpindah-pindah tempat, mulai dari Jakarta, Cimahi, Pemalang, hingga akhirnya menetap di Surabaya pada 1937. Kondisi kesehatannya saat itu sudah menurun akibat gangguan jantung. Pada 17 Agustus 1938, ia wafat di rumah ini, tepat setahun setelah mulai tinggal di sana.
Fakta Unik Rumah W.R. Soepratman
Terdapat fakta menarik lainnya yang mungkin belum Kamu ketahui mengenai Museum W.R. Soepratman. Kamar yang ditempati oleh W.R. Soepratman tidak dilengkapi dengan pintu dan hanya dapat diakses melalui jendela depan. Hal ini sengaja dirancang untuk mengelabui aparat Hindia Belanda yang saat itu kerap memburunya.
W.R. Soepratman sendiri sempat ditangkap pada 7 Agustus 1938 di studio Radio NIROM Surabaya karena lagu Matahari Terbit, yang dianggap sebagai bentuk simpati terhadap Kekaisaran Jepang. Meskipun dilepas karena kurangnya bukti, kesehatannya semakin memburuk hingga akhirnya ia meninggal dunia.
Kamu juga dapat melihat secara langsung tulisan tangan asli milik W.R. Soepratman saat menciptakan lagu Indonesia Raya, serta beberapa lagu lainnya seperti R.A. Kartini. Museum W.R. Soepratman menjadi tempat yang sangat berkesan, karena kamu bisa membayangkan perjuangan seorang maestro musik di tengah tekanan penjajahan.
Renovasi dan Keaslian Bangunan
Bangunan Museum W.R. Soepratman telah mengalami beberapa renovasi untuk menjaga keaslian dan daya tahannya. Pada 2016, dinding anyaman diganti dengan papan jati, sementara atap dari daun tebu diganti dengan genteng biasa.
Meskipun telah direnovasi, suasana tempo dulu tetap terasa kuat di setiap sudut rumah. Patung W.R. Soepratman yang berada di halaman depan rumah menjadi spot foto favorit para pengunjung..
Penghargaan dan Kenangan
Bukan hanya koleksi di dalam rumah, Museum W.R. Soepratman juga memperlihatkan penghargaan yang diterima W.R. Soepratman dari negara. Kamu bisa melihat perangko lama, uang rupiah bergambar dirinya, hingga nama-nama jalan yang diabadikan untuk menghormatinya di berbagai kota di Jawa Timur. Selain itu, Museum W.R. Soepratman juga berada dekat dengan makam W.R. Soepratman, sehingga Kamu bisa sekaligus berziarah untuk menghormati jasa-jasanya.
Informasi Kunjungan
Untuk kamu yang tertarik berkunjung, Museum W.R. Soepratman beroperasi Selasa hingga Minggu, mulai jam 08.00 WIB hingga 17.00 WIB. Kunjungan ke Museum W.R. Soepratman tidak dikenakan biaya, alias gratis (dapat berubah sewaktu-waktu).
Pastikan Kamu tetap menjaga sikap selama di sana agar tidak mengganggu pengunjung lain atau merusak koleksi museum. Fasilitas yang disediakan juga cukup lengkap, mulai dari AC, toilet, hingga jaringan internet yang memadai.
Ulasan Pengunjung
Kritik dan pujian juga dilayangkan beberapa pengunjung yang sudah datang ke Museum W.R. Soepratman melalui ulasan Google Maps. Salah satu kritik datang dari akun @f** ang** yang merasa kecewa karena datang dua kali pada jam kunjungan, tetapi tempatnya tetap tutup.
“Sudah datang dua kali ke Museum W.R. Soepratman pada jam kunjungan, tetapi keduanya mengecewakan karena tempatnya tutup,” ujarnya.
Disisi lain, Museum W.R. Soepratman juga mendapatkan pujian dari akun @i** yang berpendapat bahwa museum yang unik dan bagus ini cocok untuk belajar sejarah lagu Indonesia Raya, dengan tiket gratis, staf ramah, dan informasi tersedia melalui barcode di setiap pigura.
“Museumnya sangat bagus dan unik. tempatnya mungil, namun sangat rapi dan bersih. tempat yang bagus untuk belajar sejarah lagu Indonesia Raya. cara pesan tiketnya mudah, biayanya gratis, dan staffnya ramah. di tiap pigura ada barcode yang bisa discan untuk informasi lebih lanjut. recommended!,” pujinya.
Lewat Museum W.R. Soepratman, Kamu tidak hanya akan mengenal lebih dekat sosok di balik lagu kebangsaan Indonesia Raya, tetapi juga memahami perjuangan dan pengorbanan yang telah dilalui demi bangsa ini. Jadi, tertarik untuk mengunjunginya?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Penulis : Ebenhaezer Parningotan Silaban/ Magang
Editor: Darmadi Sasongko