SIDOARJO, Tugujatim.id – “Sampah itu menjadi dualisme dalam pikiran seniman. Kita nggak perlu bikin karya bentuknya sampah tapi setiap dalam diri kita itu sampah jadi lebih jujur untuk membuatnya,”
Itulah kira-kira jawaban Langit Biru, seniman muda yang sekaligus kurator saat ditanya mengapa mengkomposisikan sampah menjadi sebuah karya epik.
Ini hanya representasi sebuah sampah. 25 karya yang terpajang seakan menafsirkan satire terhadap minimnya kepedulian manusia terhadap sampah.
Rasanya bosan, seakan-seakan sampah menjadi bulan-bulan persoalan lingkungan yang tak pernah ada habisnya. Mungkin perlu dipertanyakan, apakah sampah lahir dari fisik atau pikiran manusia?
Sebuah karya patung instalasi berjudul Borobudur karya Satya Oktabrian menjadi sasaran pertama oleh mata ketika memasuki ruang pameran yang diselenggarakan Komunitas Lingkar Dalam.
Memang ukurannya tak begitu besar, hanya berdiamter kurang dari satu meter tapi silau emasnya mampu menyihir. Itu bukan Borobudur yang ada di pikiran banyak orang ketika membacanya. Tapi sampah botol dengan untaian banyak tali mengikat seakan-akan mengajak untuk memikirkan keindahan tak akan cantik terlihat jika masih bergelut dengan sampah.
Bergeser ruang, rentetan foto monokrom yang selaras dibalut plastik. Seorang perempuan menari di atas gunung sampah menjadi pengingat manusia.
Foto itu berlatar gunung sampah di kawasan Jabon, Sidoarjo, Jawa Timur. Tempat pembuangan akhir yang menampung ton-ton sampah setiap harinya.
“Ikonnya moral. Karena memang nonjolin bangeg. Moral orang sekarang mulai menipis. Kayak gue waktu itu liat sampah di Jabon, sebelum lu nyalahin pemerintah untuk regulasi sampah. Jangan-jangan masyarakat sendiri yang nggak sadar sama sampah,” ungkap Langit.
Belum lagi belasan karya lain yang merepresentasikan secara apik tentang bahaya sampah terhadap lingkungan. Tak hanya itu, dunia pertambangan yang semakin meluas pun disinggung lewat pahatan semen patung Bego EV Problem karya Julius Traiktiva.
“Bussiness its bussiness menjadi ujung tombak keserakahan manusia dalam mencuri sumber daya alam,” ucapnya.
Bagi Langit, masalah sampah akan terus terjadi secara continue. Jangan hanya bicara limbah hasil sampah pabrik, rumah tangga, atau pribadi, keserakahan manusia yang tak ada habisnya juga menjadi sampah dan limbah dari diri sendiri.
“Semua kegiatan manusia itu punya sebab dan akibat, termasuk orang mati itu limbah. Kita di bumi ini cuma numpang tapi manusia nggak pernah care sama alam dan lingkungan,” papar pria berambut ikal ini.
Kelompok seniman muda asal dari berbagai daerah di Jawa Timur ini memang aktif menyuarakan isu lingkungan melalui persentasi karya seni. “Kami bukan aktivis lingkungan tapi kita ngomongin limbah karena berdasarkan keresahan kita sendiri. Misalnya saja di Jawa Timur tata ruang space bangunan semakin nggak jelas, artinya nggak bisa dong,” ucapnya.
Mengangkat tema Refresh, Langit dkk berharap sebuah persentasi ini tidak hanya sebatas pameran seni tetapi bisa membuka mata dan pikiran manusia untuk lebih sadar mengolah emosi dan sampah. “Kan pameran refresh itu sebarnya dari kata reff (inti) dan resh (reshuffle). Jadi ngomongin habbit manusia yang addict dengan plastik dan kegiatan manusia yang sebenarnya sudah massif banget di bumi ini,” tandasnya.
Menjadi kali kedua, Refresh bisa dinikmati di ruang Rumah Budaya Sidoarjo sejak tanggal 22 hingga 30 Juli 2023.
Reporter: Izzatun Najibah
Editor: Lizya Kristanti