SURABAYA, Tugujatim.id – Kemenkumham Imigrasi Kelas 1 TPI Surabaya berhasil mengamankan seorang WNA asal Bangladesh yang diduga kuat pelaku penyelundupan manusia ke Australia. Pria WNA Bangladesh yang berinisial HR tersebut juga masuk dalam DPO (daftar pencarian orang, red) Polda NTT dan Australia Federal Police (AFP).
Awalnya, HR dilaporkan oleh istrinya WNI yang berinisial S pada akhir Januari 2024 lalu karena tidak diketahui keberadaannya.
“Istrinya juga menyampaikan bahwa HR terlibat dalam kegiatan ilegal mendatangkan WNA Bangladesh dan Pakistan untuk diberangkatkan ke Australia,” kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Surabaya Ramdhani.
Also Read
Baca Juga: Akademisi Unim Mojokerto Angkat Bicara soal SOP Study Tour, Dorong Komunikasi Lintas Sektor
Lantas, S dan tugas imigrasi bekerja sama untuk membongkar persembunyian HR. Lalu, pada 2 April 2024 Kedutaan Besar Bangladesh melaporkan jika HR memiliki rekam jejak penyelundupan manusia.
Atas laporan tersebut, pada 12 Januari dan 1 Maret 2024, S bekerja sama dengan petugas imigrasi untuk memancing HR agar keluar dari persembunyiannya. Selanjutnya, pada 2 April 2024 Kedutaan Besar Bangladesh mengonfirmasi bahwa HR memiliki rekam jejak kasus penyelundupan manusia.
Pada 26 April, petugas memanggil seseorang dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang diketahui menjadi perwakilan dan membantu proses imigrasi HR.
Lalu, petugas memintanya mendatangkan HR dengan alasan menyelesaikan layanan keimigrasian. Pada 28 April, petugas berkoordinasi dengan Polda NTT dan dinyatakan bahwa HR adalah DPO Polda NTT.
“Tanggal 8 Mei, HR tiba di Kantor Imigrasi Surabaya dan kami segera mengamankannya,” beber Ramdhani.
Saat proses pengamanan, petugas imigrasi juga menemukan WNA Bangladesh yang lain, SI serta teman wanita HR berinisial S dan M.
“Di tempat persembunyiannya kami menemukan berbagai petunjuk dan alat bukti,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang berbeda, Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Saffar Muhammad Godam mengonfirmasi jika HR dilimpahkan ke Polda NTT karena statusnya sebagai DPO.
Sementara itu, pada konferensi pers yang diselenggarakan pada Jumat (17/05/2024), Wakapolda NTT Brigjen Awi Setiyono mengatakan, HR dan komplotannya menggunakan TikTok untuk memasang iklan menawarkan pekerjaan di Australia sebagai modusnya.
“Salah satu korban WN India dimintai uang sejumlah 2.000 Dollar Australia. Sementara itu, tiga orang korban WN Bangladesh dan satu orang WN Myanmar dimintai uang sejumlah 30.000 Ringgit Malaysia,” ungkap Awi.
Mereka dianggap telah melanggar Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 tahun. Denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp1,5 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Writer: Izzatun Najibah
Editor: Dwi Lindawati