Mojokerto, Tugujatim.id – Tradisi Pindapata dalam peringatan Waisak 2568 Buddhis Era masih lestari. Dari laman Instagram Waisak Nasional, tradisi tersebut berasal dari bahasa Pali, artinya para biksu membawa semacam wadah (patta) untuk menerima derma dana maupun makanan dari umat Buddha sendiri hingga masyarakat sekitar.
Pelaksanaan tradisi ini terlihat di Perumahan Magersari, Kota Mojokerto, Kamis (23/05/2024), saat beberapa biksu berjalan kaki sambil membawa wadah berupa mangkuk logam berwarna perak.
Terlihat, para biksu memegang mangkuk dengan warna keperakan. Selain itu, tampak pula beberapa umat Buddha yang sudah menunggu para biksu tersebut. Tatkala para biksu sedang berjalan, satu per satu umat Buddha memberikan derma dengan cara memasukkan dana hingga makanan ke dalam mangkuk yang dibawa biksu-biksu tersebut.
Bhante Nyana Sila Terra menjelaskan, tradisi tersebut sudah berlangsung sejak Buddha Gautama masih hidup.
“Selain itu, saat menerima dana maupun makanan, para biksu tidak diperkenankan membuka mulut sama sekali. Jadi para biksu berjalan dengan telanjang kaki lalu menerima derma dari umat,” terang Bhante Nyana, Jumat (24/05/2024).
Sebelum melaksanakan Pindapata, para biksu bersiap terlebih dahulu dengan menyiapkan jubah, mangkuk patta, serta melafalkan doa-doa dan pujian. Pelafalan doa-doa tersebut bertujuan agar dijauhkan dari hal-hal buruk bagi biksu-biksu maupun makhluk sekitar saat Pindapata berlangsung. Setelah sederet persiapan rampung, para biksu memulai berjalan kaki sambil menerima derma dari umat.
Dahulu kala, Buddha Gautama menggunakan patta dari buah sejenis labu. Nah, labu tersebut dipotong bagian atasnya kemudian bagian tengahnya dikerok habis sehingga menyerupai mangkuk besar. Patta tersebut digunakan oleh para biksu untuk menerima derma dari umat Buddha.
Baca Juga: Tampil Muda! 7 Inspirasi Potongan Rambut Wanita Populer dan Kekinian 2024: Wajah Makin Fresh
“Namun karena patta tersebut mudah pecah dan rapuh, kemudian patta diganti dengan bahan yang lebih kuat seperti logam dari berbagai bahan dasar, seperti logam tembaga, alumunium, kuningan, dan lain-lain dalam beragam ukuran,” tambah Bhante Nyana.
Saat melakukan Pindapata, sambung Bhante Nyana, pihaknya tidak menentukan seberapa jauh jarak yang ditempuh. Hanya saja, beberapa titik difokuskan dengan alasan masih banyak penganut ajaran Buddha.
“Kami juga tidak menentukan derma apa yang wajib diberikan. Bahkan, umat dari agama lain juga kami persilakan bila ingin berderma,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Writer: Hanif Nanda Zakaria
Editor: Dwi Lindawati