PASURUAN, Tugujatim.id – Bermodal resep jamu tradisional turun temurun dari keluarganya, Yeni Tri Jayanti (31), warga Kelurahan Randusari, Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan, Jawa Timur, sukses menjadi produsen jamu bubuk. Tidak hanya di pasar lokal, produk jamu bubuk olahan ibu dua anak itu juga laku hingga ke luar negeri.
Yeni menuturkan semenjak masih duduk di bangku sekolah, ia sudah mengenal betul seluk beluk jamu tradisional. Latar belakang ibunya yang seorang penjual jamu membuat Yeni terbiasa mengolah beragam rempah-rempah menjadi minuman tradisional. “Resep dan cara buatnya ibu yang ngajari. Cuma memang dulu itu masih buat yang jamu cair, ” ujar Yeni, pada Minggu (15/1/2023).
Berbekal pengalamannya mengolah jamu tradisional, Yeni memberanikan diri berinovasi membuat jamu bubuk.
Yeni mengakui memang awalnya tidak mudah untuk mengolah rempah-rempah menjadi bubuk kering. Butuh waktu dua tahun dan puluhan kali percobaan hingga akhirnya menemukan racikan yang pas untuk produk jamu bubuknya. “Pas awal-awal malah sempat rugi 15 kilo jahe, bubuknya gagal produksi karena ketika nyangrai apinya terlalu besar,” kenangnya.
Yeni punya trik khusus agar jamu bubuknya punya cita rasa rempah yang kuat. Menurutnya, setelah jahe, kunyit, kencur, maupun rempah-rempah lainnya direndam semalaman, ia tidak mengupas kulitnya. Melainkan langsung diblender hingga halus, kemudian disangrai dengan api sedang hingga mengeluarkan aroma.
“Kalau kulitnya dikupas, kandungan di antara daging dan kulitnya kebuang, rasa rempahnya juga gak begitu pekat,” jelasnya.
Yeni mengungkapkan bahwa setiap bulannya, ia bisa memproduksi hingga 200 bungkus bubuk jamu.
Ada tujuh macam jenis jamu yang ia jual. Mulai jamu jahe, jamu kencur, jamu kunyit, jamu kunyit kayu manis, jamu temulawak, hingga jamu kesehatan wanita.
“Kebanyakan buatnya memang jamu bubuk, tapi juga tetap produksi jamu cair botolan, satu bulannya bisa buat 100 botol,” jelasnya.
Untuk pemasaran, Yeni mengaku memang masih banyak laku di pasaran lokal sekitaran Pasuruan, Malang, dan Sidoarjo. Meski begitu, sesekali ia juga mengirimkan jamu bubuknya ke Taiwan dan Hungaria. “Kalau dari luar negeri biasanya pesannya lewat teman yang kebetulan kerja di sana,” pungkasnya. Dalam sebulan, ia bisa meraup omset antara Rp3-4 juta.