SURABAYA, Tugujatim.id – Puluhan penerbit yang tergabung dalam Persatuan Penerbit Surabaya mengadu kepada Wakil Wali (Wawali) Kota Surabaya, Armuji, di Kantor Dana Pensiun (Dapen) PPPK Petra, Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis (25/5/2023).
Aduan ini berawal dari PT Petra Togamas Sejahtera yang diduga melakukan penunggakan pembayaran buku oleh Toko Buku Togamas Petra.
Sebuah surat dengan No 104/DP/VIII/2022 yang dikeluarkan oleh Dapen PPPK Petra yang merupakan pemegang saham mayoritas PT Petra Togamas Sejahtera sebanyak 70 persen menyatakan bahwa, “sehubungan dengan berbagai hal kami menyatakan bahwa operasional PT Petra Togamas Sejahtera akan diberhentikan pada tanggal 31 Agustus 2022,” dalam keterangannya.
Kemudian, dalam pernyataan berikutnya, Dapen PPPK Petra menegaskan akan menyelesaikan segala persoalan utang piutang, persediaan, dan aset termasuk pesangon paling lambat tiga bulan setelah resmi berhenti beroperasi (hingga November 2022).
Koordinator Persatuan Penerbit Surabaya, Herjianto mengatakan bahwa penutupan Toko Buku Togamas Petra ini terkesan mendadak tanpa alasan yang jelas.
Namun, ia menduga bahwa memang beberapa tahun belakangan sejak perpindahan lokasi dari yang sebelumnya berada di daerah Pucang berpindah ke Nginden, penjualan menurun drastis.
“Ketika berpindah lokasi ke Nginden, saat di situ operasional Petra dirasa menurun dan mengalami masalah di penjualan. Sehingga oleh pihak yayasan, dana pensiunan PPPK Petra, Yayasan Togamas ini diputuskan berdasarkan surat dana pensiun pengurus PPK Petra selaku pemegang saham mayoritas PPK Petra, mereka memerintahkan toko buku untuk menutup operasional per 31 Agustus 2022 kemarin,” kata Herjianto, pada Kamis (25/5/2023).
Seperti dalam pembahasan sebelumnya bahwa permasalahan pembayaran termasuk utang piutang paling lambat akan dibayar dalam tiga bulan ke depan setelah penutupan. Namun, dalam pengakuan Herjianto, hingga pada batas waktu yang diberikan oleh penerbit 15 Desember 2022, Dapen PPPK Petra belum kunjung membayar.
“Sebenarnya kita ngejarnya masih ke toko tapi selalu Pak Puji selaku direktur operasional. Katanya nanti supplier akan dibayar utang piutangnya oleh pihak dapen karena uang persediaan aset toko sudah diserahkan kepada pihak dapen sebagai mayoritas pemegang saham di Togamas Petra,” paparnya.
Kemudian, para penerbit melakukan penagihan kembali dengan berkirim surat kepada Dapen PPPK Petra untuk meminta penjelasan.
Namun, Dapen mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki tanggungjawab perihal pembayaran tagihan buku. Sebab, pihak Dapen PPPK menyatakan dirinya merupakan sebagai investor yang juga mengalami kerugian.
“Pas kita ketemu, mereka selalu bilang ‘lho kenapa ke kita? Kita kan investor tidak tahu apa-apa, nagihnya ke toko’. Lah tokonya tutup. Setelah kita tunggu 15 Desember tidak ada pembayaran dan mereka tidak memberikan jawaban apapun atas surat kita. Akhirnya kita dihubungi dari pengacara Dapen, mereka minta ketemunya nggak ramai-ramai,” ungkapnya.
Dalam pertemuan tersebut, pihak Dapen meminta tagihan buku dipotong sebanyak 50 persen. Namun, para penerbit menolak karena sebelumnya pengiriman buku ke Toko Buku Togamas telah diberikan diskon sebanyak 30-40 persen.
“Kita ngirim buku ke mereka sudah diskon 30-40 persen. Sekarang tagihan kita disuruh ngasih potongan juga 50 persen. Ya habis uang kita jadi 80 persen, nanti yang kebayar 10 persen dong. Kemudian kita menyurati dan menolak potongan 50 persen. Tidak ada jawaban lagi,” jelas Herjianto.
Namun, Herjianto mengatakan, karena pihak Dapen PPPK menyatakan tidak akan melakukan pembayaran jika tidak diberi potongan, maka para penerbit terpaksa memberikan potongan sebanyak 20 persen.
“Januari kita sudah bikin surat lagi bahwa menyatakan kita menyepakai penambahan diskon 20 persen, tapi nyataranya sampai Februari tidak ada pembayaran sama sekali. Akhirnya kita datang ke Dapen. Mereka bersikukuh korban dan investor,” paparnya.
Merasa geram, pada awalnya para penerbit hendak membawa kasus tunggakan pembayaran ini ke meja hijau. Namun, niat tersebut diurungkan karena dinilai akan menguntungkan pihak Dapen PPPK.
“Teman-teman sepakat kalau mau dibawa ke jalur hukum, ujung-ujungnya tagihan kita tidak berbayar karena yang disalahkan dua orang ini sebagai pengelola (Direktur Keuangan, Alex Kurniawan dan Direktur Operasional, Pedjiono). Padahal mereka sudah ada janji di setiap bulan untuk mau bayar. Dia memberi jawaban yang berbeda,” bebernya.
Para penerbitkan menekankan, bila pihak Dapen PPPK menyatakan mengalami kerugian seharusnya menunjukkan bukti audit. Namun, bukti tersebut tidak diterima oleh para penerbit.
Batal membawa ke jalur hukum, penerbit mengadu ke OJK. Pihak OJK bersedia akan menggelar mediasi antara penerbit dengan Dapen PPPK. Namun hingga dua pekan, para penerbit belum menerima kabar apapun.
Tak habis pikir, para penerbit berlanjut mengadu ke Armuji terkait permasalahan ini.
“Alhamdulillah sudah kemarin Rabu kita datang dengan 30 supplier dilakukan bersama-sama. Intinya, Dapen bersikukuh bukan masalah mereka ndak mau bertanggungjawab ini jelas kok ada bukti transaksinya dan menerima. Dapen sebagai pemegang saham mayoritas 70 persen harus bertanggung jawab. Kasus ini belum terselesaikan. Wawali janji akan mempertemukan antara kita dan Yayasan Petra, kemudian Pak Puji dan Pak Alex, serta OJK sebagai saksi yang menjelaskan,” pungkasnya.
Tercatat, kata dia, total kerugian yang dialami 52 penerbit dari berbagai daerah di Jawa Timur yakni mencapai Rp2,4 miliar.