TUBAN, Tugujatim.id – Melestarikan lingkungan menjadi salah satu cara manusia untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh warga di lima desa di Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, pada Rabu (25/08/2021), dengan menggelar Sedekah Bumi.
Mereka berduyun-duyun datang ke sumber mata air Sendang Bektiharjo, Tuban, untuk mengikuti tradisi Sedekah Bumi. Tradisi yang digelar setiap tahun ini bertujuan mewujudkan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan dengan memberikan sumber mata air yang melimpah ruah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mulai dari untuk mandi, minum, masak, hingga mengairi sawah.
Salah satunya warga bernama Tarning, 55, yang mengikuti tradisi manganan (sebutan lain Sedekah Bumi) ini mengatakan, masyarakat membawa makanan berupa nasi dengan lauknya, kemudian bersama-sama berangkat ke Sendang Betikharjo. Tradisi ini sudah sangat melekat dengan masyarakat. Sebab, kegiatan ini digelar sejak dulu, bahkan sejak dia masih kecil, mungkin ini juga warisan budaya nenek moyang.
“Saya dulu waktu ikut hidup dengan nenek, sudah ada, Mas. Sampai sekarang masih kami lestarikan,” ujar Tarning.
Nasi yang dia bawa kemudian didoakan oleh juru kunci. Usai didoakan bersama-sama, masyarakat memberikan makanan pada ikan dan monyet yang ada di area Sendang Bektiharjo ini.
“Makanan kami berikan kepada ikan sama monyet. Mereka (ikan dan monyet, red) memang sudah berdampingan dengan kami,” ungkapnya.
Sementara itu, Juru Kunci Sendang Pemandian Bektiharjo Hartono, 68, saat dikonfirmasi mengatakan, tradisi Sedekah Bumi diikuti lima desa, yakni Bektiharjo, Semanding, Perunggahankulon, Perunggahanwetan, dan Tegalagung. Dia mengatakan, tradisi ini biasanya dilakukan pada Rabu Pon di bulan Mei. Namun, karena memang ada pandemi Covid-19 dan PPKM, akhirnya menunggu kondisi aman.
“Karena ada Covid-19, acaranya kami undur. Terpenting, kami adakan setiap tahun,” ujar.
Hartono menjelaskan, jika di hari-hari biasa, sebelum pandemi, ada beberapa rangkaian tradisi lain, seperti nyadran atau tayuban, pengajian, dan beberapa kegiatan lainnya.
“Ya bagaimana lagi, memang kondisinya seperti ini,” tambah Mbah Hartono.