Tugujatim.id – Salah satu tradisi dan budaya bulan Ramadhan di Indonesia yaitu ngabuburit. Ini merupakan kegiatan yang dilakukan sembari menunggu waktu berbuka puasa. Namun, apa sebenarnya arti dari kata ngabuburit itu? Dari mana asal-usul dan sejarah ngabuburit? Kenapa tradisi ini ada di Indonesia hingga kini?
Istilah ngabuburit ini lebih familier untuk anak-anak dan remaja yang memiliki banyak waktu kosong menjelang berbuka puasa. Waktu kosong inilah yang disebut dengan ngabuburit dan bisa dinikmati dengan melakukan berbagai kegiatan.
Asal-usul Kata Ngabuburit
Kata ngabuburit berasal dari bahasa Sunda. Menurut kamus Bahasa Sunda yang diterbitkan oleh Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS), kata ngabuburit secara lengkap diambil dari kalimat “ngalantung ngadagoan burit” yang memiliki arti bersantai-santai sambil menunggu waktu sore.
Ngabuburit memiliki kata dasar “burit” artinya sore hari. Kata ini kemudian menjadi identik dengan Ramadhan karena ibadah puasa identik dengan menunggu waktu berbuka, yaitu pada waktu sore hari.
Istilah tersebut merupakan penanda waktu dalam kurun 24 jam. Di antaranya, ada isuk-isuk, pagi-pagi; beurang, siang hari; burit, sore hari; dan peuting, malam.
Istilah Ngabuburit di Daerah Lain
Seiring dengan populernya istilah ini, kata ngabuburit kemudian menjadi banyak pula digunakan di berbagai daerah lain di Indonesia. Namun, ada pula beberapa daerah yang tetap memiliki istilah daerahnya masing-masing seperti “malengah puaso” yang berasal dari Bahasa Minang yang berarti melakukan kegiatan untuk mengalihkan rasa haus dan lapar karena berpuasa.
Perkembangan Ngabuburit
Pada awalnya, kegiatan ngabuburit selama Ramadhan diisi dengan berbagai kegiatan religius seperti pesantren kilat. Namun, seiring perkembangan zaman, ngabuburit di Indonesia mulai berkembang menjadi berbagai aktivitas yang lebih bervariasi.
Seperti wisata kuliner di pasar kaget alias Pasar Ramadhan, menggelar berbagai aktivitas sosial, hingga sekadar acara kumpul-kumpul bersama sahabat.
Jadi, begitulah arti serta asal-usul istilah “ngabuburit” di Indonesia. Kalau Anda lebih memilih “ngabuburit” seperti apa?