BATU, Tugujatim.id – Warga Desa Sumberejo, Kota Batu mengadang rencana eksekusi tanah desa diklaim sepihak oleh pihak ketiga. Pengadangan rencana eksekusi tersebut dilakukan warga lewat aksi kerja bakti pada Minggu (2/6/2024).
Warga memasang berbagai spanduk berisi tulisan peringatan keras atas rencana eksekusi tersebut. “Warga Siap Mati Mempertahankan Tanah Lapangan dan Makam Fasum Milik Desa Sumberejo, ‘Siapapun yang Berusaha Menguasai Tanah Ini akan Berhadapan langsung dengan Seluruh Masyarakat Desa,” tulis warga.
Lahan seluas 4.000 M² yang selama ini difungsikan menjadi fasilitas umum berupa lapangan bola milik desa tiba-tiba muncul kepemilikan surat hak milik (SHM) atas nama pribadi yang terbit tanpa sepengetahuan warga.
Aksi ini dilatarbelakangi dari undangan Pengadilan Negeri (PN) Malang terkait rakor rencana eksekusi tanah pada 13 Mei 2024 lalu. Selain pihak desa, pihak dari Polres dan Koramil hadir. Namun, semua sepakat menyatakan keberatan atas rencana eksekusi itu.
Kepala Desa Sumberejo, Rianto membeberkan jika sebenarnya rencana eksekusi tanah ini sudah terjadi sejak lama. Namun hingga kini, warga bersikukuh untuk menolak klaim sepihak atas tanah desa tersebut. Sehingga rencana eksekusi itu tidak pernah kesampaian.
“Hasil dari rembug warga, semua warga sepakat menolak dan mempertahankan hak atas tanah itu. Mereka tidak ingin tahu-menahu soal pihak-pihak lain yang mengklaim menguasai tanah atas ini,” terang Rianto.

Rianto sendiri mengungkapkan jika tidak pernah ada keterlibatan desa atau warga dalam sidang gugatan atas tanah tersebut sebelumnya. ”Ujug-ujug kami diundang untuk rakor terkait rencana eksekusi itu saja. Sebab itu, semua satu suara menolak eksekusi tanah tersebut,” ungkapnya.
Di sisi lain, selain penghadangan, warga desa sepakat untuk juga mengajukan upaya hukum balik untuk menelusuri penerbitan SHM sepihak tersebut. Termasuk dengan menunjuk kuasa hukum untuk mengungkap perkara ini secara terang-benderang.
”Kami berusaha semaksimal mungkin soal ini, nanti kami juga akan menunjuk kuasa hukum. Kami akan terus. melakukan penelusuran bagaimana bisa SHM tanah desa ini bisa ada,” ujarnya.
Hal senada ditegaskan tokoh sepuh warga Desa Sumberejo, Markiyan (67). Menurutnya, penerbitan SHM ini dinilai cacat hukum karena bersifat sepihak tanpa sepengetahuan warga yang juga punya hak kepemilikan atas tanah desa ini secara kultural.
Markiyan menjelaskan jika tanpa sepengetahuan warga, pada 9 Juli 1990, tanah lapangan seluas 4.000 m² itu disertifikatkan SHM No.43 atas nama Saidi, salah satu warga di sana juga. Namun, Saidi merupakan korban meninggal dunia atau hilang saat peristiwa politik G30S PKI pada 1965.
Namun entah bagaimana ceritanya SHM tersebut terbit hingga beralih ke pihak lain beratas nama Haryo Sawunggaling. Lalu, pada 1996, oleh Haryo Sawunggaling, SHM No. 43 dijadikan agunan hutang di PT Bank Yakin Makmur (disingkat YAMA BANK).
Pada 2000, diserahkan ke BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasinal) melalui CESSIE atau Perjanjian Penyerahan dan Pengalihan Hak atas Tagihan, tanggal 8 Juni 2000. Lanjut pada 22 Desember 2000 dialihkan lagi melalui CESSIE ke PT Bank Danamon.
Hingga pada 2005, SHM ini dijual lewat Pelelangan umum KP2LN (Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara) Surabaya dan dibeli hingga berhasil dibalik nama atas nama Menik Rachmawati, warga Kota Batu dan pada 5 Desember 2005.
Pihak terakhir ini yang kemudian mengajukan proses eksekusi pada 2022 ke Pengadilan Negeri Malang sehingga terbit Penetapan Eksekusi Ketua PN Malang No. 17/Pdt.Eks/2022/PN Mlg tanggal 7 Agustus 2023.
Meski dalam hal ini kata Markiyan, sertifikat adalah panglima hukum tertinggi, tapi bagi mereka masih dinilai cacat hukum karena kepemilikan tanah ini juga ada sejarahnya. Hingga saat ini, status tanah ini tidak dijual atau ditukar guling kepada pihak siapa pun.
”Jika SHM itu atas nama Pak Saidi, lha beliaunya saja sudah gak ada, gak punya anak. Gak tau kemana terus tiba-tiba pada 1990 muncul sertifikat atas namanya. Terus apa Pak Saidi ini bangkit dari kubur? Transaksinya sama arwah begitu? Kan gak masuk akal,” ujar Markiyan.
Sebab itulah pihaknya menegaskan penolakan atas klaim sepihak tanah tersebut. Sementara dari desa juga tidak pernah menjual atau menukargulingkan tanah tersebut.
“Mau bagaimana pun kami akan mempertahankan hak kami. Kami siap berhadapan dengan apapun, dengan siapa pun, sampai kapan pun,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Reporter: M Ulul Azmy
Editor : Darmadi Sasongko