SURABAYA, Tugujatim.id – Setelah merebaknya kasus flu burung hingga PMK beberapa waktu lalu, publik kembali diramaikan dengan munculnya infeksi leptospirosis. Bahkan, kabarnya dua warga Probolinggo, Jawa Timur, dinyatakan meninggal akibat kasus ini.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, tercatat selama 2022 infeksi leptospirosis ada 606 kasus. Sementara itu, pada 2023 (sampai 5 Maret 2023) jumlah yang tercatat sudah mencapai 249 kasus dengan sembilan kasus penyebab kematian.
Selama sepekan terakhir, kasus ini turut menjadi perhatian khususnya di dunia kesehatan. Leptospirosis adalah satu penyakit khusus yang disebabkan oleh bakteri Leptopira Sp, di mana umumnya ditularkan melalui kencing tikus.
“Kasus leptospirosis sejatinya tidak hanya ditularkan melalui tikus. Tapi, semua hewan yang terkontaminasi oleh bakteri Leptopira Sp sehingga bisa menjadi agen penularan,” kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya Prof Dr Lucia Tri Suwanti drh pada Senin (13/03/2023).
Pernyataan tersebut berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan oleh anak didiknya ketika mengetahui ada hewan ternak yang terkontaminasi Leptopira Sp. Jadi, dia mengatakan, dapat disimpulkan bahwa penularan infeksi leptospirosis tidak hanya berasal dari kencing tikus.
“Tikus memang agen penyakit, salah satunya leptospirosis. Tapi, saya pernah menemukan kasus unik yang mana bimbingan saya berhasil meneliti adanya leptospirosis dari seorang peternak yang punya hewan ternak tidak pernah dimandikan,” ujarnya.
Karena itu, penyebab penularan leptospirosis dapat berasal dari kurang bersihnya perawatan hewan ternak dan kondisi kandang. Tidak dapat dipungkiri, kondisi lingkungan yang kotor menjadi penyebab utama munculnya bakteri dan penyakit.
“Kondisi kandang yang tidak dibersihkan dengan baik, hewan ternaknya kotor bisa jadi penyebab. Karena kalau kita kontak dengan hewan tersebut akan menyebabkan infeksi leptospirosis,” ujar Prof Lucia.
Dia menjelaskan, proses penularan tidak akan melewati udara tapi dapat melalui luka yang terbuka dan beranjak pada makanan atau minuman yang tidak higienis.
“Proses penularan leptospirosis memang tidak terjadi dari manusia ke manusia lainnya, karena manusia adalah inang terakhir. Tapi, perlu diwaspadai karena penularan antarhewan pasti terjadi,” tambahnya.
Untuk mencegah terjadinya penularan leptospirosis, maka penting untuk menjaga kebersihan hewan ternak dan kondisi kandang. Terlebih, saat ini beberapa daerah di Indonesia masih terjadi bencana banjir.
“Budayakan untuk selalu memakai sepatu anti boots, sarung tangan sama rajin mencuci tangan sampai bersih,” jelasnya.
Prof Lucia menekankan agar masyarakat dapat sadar akan kebersihan lingkungan serta dapat mengelola bangkai tikus dengan baik. Tidak serta merta dibuang di ruang begitu saja, tapi alangkah baiknya jika dibakar atau dikubur.
“Kalau dibiarkan begitu saja nanti bangkainya bisa dimakan oleh binatang lain. Diharapkan hal itu tidak terjadi sehingga bisa meminimalisasi potensi penyakit tertular sesama hewan,” ujarnya.