MALANG, Tugujatim.id – Di saat banyak mahasiswa memilih menghabiskan waktu weekend dengan berlibur atau rebahan di kamar sembari bermain game online, ternyata masih banyak juga mahasiswa yang lebih memilih mempertajam pisau analisis dengan meramaikan forum-forum diskusi ilmiah. Hal ini dilakukan oleh kawan-kawan Ikatan Keluarga Besar Lembata Nusa Tenggara Timur (IKBL) Kota Malang yang menyelenggarakan kegiatan Diskusi Bersama dengan mengusung tema “Membumikan Pancasila dan Meneropong Pembangunan di Lembata”, bertempat di Wisma Kepemudaan Keuskupan Malang, pada Minggu (6/6/2021) kemarin.
Meski jauh terhalang samudera tidak menjadi hambatan lalu mengerdilkan kepedulian dan antusiasme mahasiswa Lembata dalam mengontrol perkembangan daerahnya. Acara tersebut dimulai pada pukul 15:20 WIB, dengan peserta berjumlah 22 orang anggota IKBL dari berbagai kampus di kota Malang.
Ketua umum IKBL, Goldensius Jaran Ritalangun menegaskan kegiatan ini dimaksudkan untuk membangung silaturrahmi dan memperkuat ikatan kekeluargaan mahasiswa Lembata. Selain itu, agenda ini merupakan upaya membentuk intelektualitas kader yang memiliki intelektualitas supaya dapat turut serta aktif dalam mengontrol pembangunan di Kabupaten Lembata.
“Pointnya adalah evaluasi untuk membentuk IKBL yang berkualitas dan berkuantitas, kita tahu daerah sangat membutuhkan pemikiran dan terobosan dari generasi muda,” ungkap laki-laki yang berpakaian serba hitam tersebut.
Sebagai warga negara Indonesia kita tentu mengamini bersama bahwa memahami proses pengaktualisasian Pancasila dalam kerangka berpikir ilmiah harus menjadi prioritas mahasiswa, tidak terkecuali mahasiswa Lembata. Pada sesi wawancara, Bernadus B. Ladopurab selaku pemantik pertama pada acara tersebut menerangkan secara rinci mengenai prinsip di atas bahwa membela orang-orang lemah adalah kontribusi nyata dari seorang mahasiswa dalam mengamalkan filosofis Pancasila.
“Mahasiswa Lembata masih kurang sensitif terhadap persoalan yang dihadapi oleh bangsa terutama implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, apalagi bila menilik kondisi kabupaten Lembata saat ini, sangat jauh dari nilai-nilai Pancasila,” jelas laki-laki yang dulunya pernah menjabat sebagai Presidium dan Kaderisasi Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PKRI) Cabang Kota Malang.
Meneropong perkembangan pembangunan di Lembata apabila dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lembata pada tahun 2020, mencatat angka Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya 0,9%. Angka yang minim untuk ukuran daerah yang memiliki nilai jual dalam bidang pariwisata.
“Kalau saya amati, kita terlalu bergantung pada pemerintah pusat padahal kalau lihat sektor perikanan, pertanian dan pariwisata, sangat mendukung. Jadi, pengelolaan daerah wajib lebih optimal lagi,” imbuhnya.
Taherul Taher, selaku pemantik kedua mengungkapkan bahwa realita yang terjadi dewasa ini adalah dimana mahasiswa amat lancar melafalkan pancasila itu. Namun dalam kehidupan sehari-sehari, ego sektoral masih kuat apalagi bila dibenturkan dengan kepentingan tertentu.
“Mahasiswa Lembata harus mampu menjawab persoalan daerah. Untuk itu harus lebih intens lagi melakukan bedah regulasi dan diskusi mengenai daerah kita sendiri. Ya, sebagai controller agar pemerintah tidak menyeleweng dari butir keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkas mantan ketua HMI Komisariat Kanjuruhan tersebut.
Pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan yang terkesan tertutup, ditambah mahasiswa Lembata yang tidak sedikit enggan duduk melingkar dalam forum pembahasan mengenai masa depan pembangunan, perekonomian dan pendidikan di daerah Lembata.
“Sejauh ini saya menilai, musyawarah mufakat untuk pengambilan kebijakan masih sangat kurang, masyarakat tidak dilibatkan. Sehingga selalu timbul persoalan dan aksi protes,” tutupnya.