SURABAYA, Tugujatim.id – Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Eeng Sapto Andriyono mematenkan dua penelitiannya tentang pemanfaatan ekosistem laut. Dia melakukan itu untuk mencegah klaim negara tetangga.
Dua penelitiannya tersebut berjudul “Metode Pembuatan Tepung Mangrove Jenis Sonneratia Caseolaris” dan “Tepung Mangrove Jenis Sonneratia Caseolaris”.
Dalam proses pengerjaannya, Sapto, sapaan akrabnya, mengajak petani mangrove yang berada di Hutan Mangrove Wonorejo, Surabaya, untuk berkolaborasj.
“Paten itu tujuannya untuk melindungi ide dan inovasi yang sudah diciptakan sama masyarakat. Oleh sebab itu, kami melalui Fakultas Perikanan dan Kelautan Unair akan membantu dengan memfasilitasi melalui sebuah penelitian. Untuk hasilnya ke depan, akan diimplementasikan oleh masyarakat sendiri,” kata Sapto.
Menurut akademisi yang saat ini menjabat sebagai Wakil Dekan III itu, selama ini perairan Indonesia memiliki model lingkungan yang hampir sama dengan perairan di negara-negara tetangga, salah satunya Laut Cina Selatan.
Selain itu, dia juga mengatakan bahwa beberapa kali menemukan hasil ikan perairan Indonesia yang lebih dulu dipatenkan oleh Tiongkok. Alasan tersebut yang mendorong Sapto segera melakukan pendokumentasian ide penelitian walau sekecil apapun.
“Karena kalau nggak segera dipatenkan, hasil sumber daya alam kita akan lebih berpotensi ‘dicuri’. Mereka lebih dulu mematenkan dan bisa jadi mereka lebih cepat mendapatkan DNA-nya untuk kepentingan mereka sendiri,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sapto ingin memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pemanfaatan pohon mangrove tidak hanya berasal dari kayunya. Pohon mangrove dapat dimanfaatkan secara lestari tanpa menebang pohon melalui buahnya.
“Ini tujuannya bukan untuk mengeksploitasi secara besar-besaran tetapi memberikan alternatif. Pohon mangrove bukan hanya memiliki nilai sisi ekonomi bahwa di situ ada nilai ekologinya, yaitu melindungi pantai dan masih banyak lagi. Itu yang harus tetap dijaga,” paparnya.
Dari hasil peneliatiannya nanti, tepung mangrove dapat dimanfaatkan menjadi bahan dasar pembuatan kue hingga jenang atau dodol.
Namun, ia menekankan bahwa tidak diperjualbelikan secara luas, tetapi melalui pemesanan dengan jumlah yang terbatas. “Kami belum memproduksi secara massal. Karena masih dalam tahap penelitian. Selama ini produk utama yang hasilkan masih sirup, soalnya buahkan musiman. Jadi tidak bisa produksi terus menerus,” terangnya.
Selain memiliki nilai jual bisnis ekonomi, dia berharap masyarakat dapat belajar tentang berbagai jenis pohon mangrove dan pemanfaatannya di hutan mangrove, sehingga dapat meningkatkan sektor pariwisata setempat.
“Jadi para pelajar sekolah datang langsung ke petani untuk belajar. Walaupun jumlahnya nggak terlalu besar tapi setidaknya jtu sudah menjadi upaya yang baik dari sekolah. Atau ke hal yang lebih fleksibel seperti mengadakan penyuluhan edukasi tentang jenis-jenis mangrove dan manfaatnya ke masing-masing sekolah,” pungkasnya.