PASURUAN, Tugujatim.id – JPU dan majelis hakim mendalami terkait aliran penjualan ilegal solar subsidi yang dilabeli sebagai solar industri oleh PT Mitra Central Niaga (PT MCN) dalam agenda sidang di PN Kota Pasuruan, Rabu (11/10/2023). Diduga penimbunan solar di Kota Pasuruan dijual ke berbagai industri, mulai pertambangan hingga kapal-kapal cargo.
Setelah meminta keterangan dari saksi Anwar Sadad, salah satu kader DPD Partai Gelora Kabupaten Pasuruan yang menjadi broker atau makelar, JPU menghadirkan dua saksi lain. Pertama adalah Solahudin selaku pengusaha tambang asal Situbondo.
Solahudin mengaku bahwa dirinya rutin membeli solar ke PT MCN dengan harga paling murah Rp8.700 hingga paling mahal Rp11 ribu per liter. Sekali transaksi, paling sedikit dia membeli 8.000 liter dan paling banyak 13.000 liter.
Also Read
Solar tersebut digunakan untuk menjalankan satu mesin untuk penggalian tambang sirtu serta dua mesin ekskavator.
“Belinya setiap dua bulan sampai tiga bulan sekali,” ujar Solahudin.
Dia mengaku bahwa selama ini dia menganggap solar yang dijual PT MCN adalah solar industri. Sama dengan kesaksian Anwar Sadad, solar industri yang dijual murah ini saksi kenal sebagai solar migas dari produsen swasta non Pertamina.
Dia juga mengaku tidak tahu terkait dugaan penimbunan solar subsidi yang dilakukan Abdul Wahid, bos PT MCN. Bahkan, Solahudin menyebut bahwa banyak perusahaan lain yang juga menyediakan solar industri dengan harga di bawah yang ditetapkan PT Pertamina.
“Kami membandingkan dengan vendor rekanan kami yang lain, kurang lebih sama selisih Rp100-Rp200,” ungkapnya.
Dia juga menyebut bahwa sebelum membeli, pihaknya selalu mengecek curriculum vitae (CV) dari perusahaan yang menawarkan solar industri. Menurut dia, perusahaannya yakin untuk membeli solar dari PT MCN karena perusahaan ini terlihat mempunyai izin lengkap sebagai usaha transportir BBM.
“Dari CV, akta pendirian, semua ada, sama seperti vendor lain. Di invoicenya juga disertakan untuk bayar pajak PPN,” ungkapnya.
Selain saksi dari konsumen pihak industri tambang, JPU juga menghadirkan saksi dari salah satu pihak pelaku industri perkapalan di Pelabuhan Tanjung Perak, Kota Surabaya. Dia adalah Safak selaku orang yang mengawasi kapal-kapal yang menjadi calon konsumen solar dari PT MCN.
Safak menyebut bahwa kapal-kapal yang bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dicatat dan mengabarkannya ke terdakwa Abdul Wahid.
“Peran saya menginfokan ke Abah Wahid kapal yang sandar,” ujar Safak.
Dia mengaku bahwa dirinya berstatus sebagai freelance atau pekerja lepas. Dirinya dibayar Rp1 juta untuk setiap satu kali transaksi pembelian solar yang berhasil dikirimkan.
“Sebulan paling banyak bisa 5 kali transaksi,” ungkapnya.
Meski begitu, dia membantah bahwa dirinya ikut melakukan transaksi penawaran dan kesepakatan harga dengan para pembeli. Menurut dia, kesepakatan transaksi tersebut dilakukan oleh saksi Subianto yang pada hari ini tidak menghadiri persidangan.
“Yang negosiasi Subianto, kalau pembayaran langsung ke Abah Wahid atau PT MCN,” ungkapnya.
Dia menyebut bahwa solar yang disediakan oleh PT MCN termasuk jenis HSD (High Speed Diesel) dengan kualitas yang baik. Harganya pun jauh lebih murah dari standar harga solar subsidi Pertamina yang dibanderol Rp21.850 per liter.
Tidak heran jika banyak kapal-kapal besar, termasuk kapal cargo, yang menjadi konsumen solar dari PT MCN.
“Semua jenis mesin kapal yang besar, termasuk kapal cargo, bisa pakai solar HSD ini. Kalau PT MCN solarnya termasuk bagus, dibanding produsen lain, harganya murah,” ujarnya.
Sebagai informasi, dalam kasus dugaan penimbunan solar di Kota Pasuruan ini, JPU menetapkan tiga terdakwa. Yakni terdakwa Abdul Wachid selaku pemilik modal dari PT MCN, kemudian Bahtiar Febrian Pratama selaku pengelola keuangan, dan Sutrisno selaku koordinator sopir.
Ketiganya didakwakan Pasal 55 UU RI No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Pasal 40 Ayat 9 UU RI No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Writer: Laoh Mahfud
Editor: Dwi Lindawati