SURABAYA, Tugujatim.id – Dalam rentang waktu Maret-Juni 2021, organisasi bernama Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) masih menemukan aktivitas pembakaran sampah plastik di 5 wilayah, yakni Kabupaten Sidoarjo, Desa Bangun Mojokerto, Pagak Kabupaten Malang, Karawan dan Kragilan Serang Banten. Manajer Hukum Ecoton Aziz menegaskan, umumnya sampah plastik “lowgrade” dipakai untuk bahan bakar.
“Di Malang, masih ditemukan penggunaan sampah plastik dari PT Ekamas Fortuna untuk bahan bakar batu gamping. Di Desa Bangun, sampah plastik dari PT Pakerin masih dibakar setiap hari meski diketahui mengakibatkan kontaminasi dioksin pada telur ayam di Desa Bangun. Aktivitas pembakaran itu masih berlanjut hingga hari ini,” terangnya Sabtu (26/06/2021).
Selain itu, Azis juga menjelaskan, meski ada penurunan aktivitas pembakaran pada 2020, tapi awal 2021 pembakaran sampah plastik berjalan kembali.
“Bahkan, kami juga menemukan, hektaran timbunan sampah plastik impor di kawasan pabrik PT Indah Kiat Serang Banten yang mencapai belasan hektare, rentan mengganggu kesehatan warga di daerah Kragilan,” terangnya.
Di sisi lain, studi yang dilakukan International Pollutants Elimination Network (IPEN) menemukan bahan kimia beracun dalam ekspor limbah plastik dari negara-negara maju berpotensi mencemari makanan di negara berkembang.
Hampir semua plastik mengandung adiktif kimia berbahaya. Sebagian besar sampah plastik yang diekspor dari negara-negara maju ke negara-negara dengan ekonomi berkembang atau ekonomi dalam transisi ditimbun, dibakar, atau dibuang ke saluran air. Semua metode pembuangan ini menghasilkan emisi yang sangat beracun di lingkungan selama beberapa dekade dan menumpuk di rantai makanan.
“Laporan ini menegaskan bahwa kerugian yang disebabkan oleh ekspor limbah plastik tidak terbatas pada sampah dan polusi yang terlihat, tapi berisiko membahayakan kesehatan manusia yang disebabkan oleh kontaminasi rantai makanan di negara-negara pengimpor,” jelas Penasihat Kebijakan POPs IPEN Lee Bell.
“Aditif kimia beracun dan zat paling berbahaya di dunia benar-benar mengalir ke rantai makanan di negara-negara yang tidak mampu mencegahnya,” ujarnya.