JEMBER, Tugujatim.id – Permainan tradisional egrang kini memiliki peran baru di dunia pendidikan. Di Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, permainan ini telah diintegrasikan ke dalam modul ajar kurikulum di 12 sekolah, baik tingkat dasar maupun menengah.
Langkah ini merupakan hasil kolaborasi Tanoker Ledokombo bersama PLN Peduli, Dinas Pendidikan Kabupaten Jember, dan berbagai pihak lainnya. Egrang tidak hanya diajarkan sebagai keterampilan, tetapi juga sebagai medium pendidikan berbasis kearifan lokal.
Implementasinya beragam, mulai dari kegiatan ekstrakurikuler, materi kearifan lokal dalam Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), hingga menjadi mata pelajaran muatan lokal.
Baca Juga: Persela Lamongan Tundukkan RANS Nusantara FC 3-0, Geser Persibo dari Puncak Klasemen Grup 3 Liga 2
Sebagai wujud apresiasi terhadap kreativitas siswa, Festival Egrang yang selama ini rutin diselenggarakan, kini bertransformasi menjadi “Arena Gelar Karya”. Festival ini menampilkan berbagai kreasi tari egrang dari 12 sekolah prototipe yang meliputi enam sekolah dasar dan enam sekolah menengah pertama.
Founder Tanoker Ledokombo Farha Ciciek Abdul Kadir Assegaf menjelaskan, tujuan diadakan Festival Egrang tradisi lokal untuk memperkuat kolaborasi antar sekolah di Kabupaten Jember.
“Membangun jaringan antar Lembaga sekolah se-Kabupaten Jember, terutama sekolah yang menaruh perhatian khusus pada pengembangan permainan tradisi egrang dan menanamkan cinta tanah air di kalangan anak-anak melalui permainan tradisi tari egrang,” ujar Farha Ciciek pada Sabtu (14/12/2024).
Festival Egrang sebagai ruang inklusi budaya, menampilkan berbagai pertunjukan, seperti defile kolaborasi peserta egrang dengan tim Tanoker, pertunjukan seni budaya seperti statue show dan tarian khas pasar lumpur.
Tidak hanya itu, juga ada lomba edukatif, seperti lomba mewarnai dan tumpeng mini dan pameran budaya seperti Galeri Egrang, kerajinan lokal, dan poster ide sosial. Di momen tersebut, pengunjung juga dapat menikmati kuliner khas Ledokombo, permainan tradisional seperti polo lumpur dan bakiak, hingga fasilitas layanan kesehatan gratis.
Festival ini dirancang sebagai perayaan budaya yang inklusif, menghormati keberagaman, dan keindonesiaan ala Pandalungan.
“Kearifan lokal adalah warisan berharga. Melalui egrang, kami berharap generasi muda tidak hanya mengenal budaya tradisi, tetapi juga menjadikannya bagian dari kehidupan sehari-hari,” jelas Farha Ciciek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Writer: Diki Febrianto
Editor: Dwi Lindawati