BOJONEGORO, Tugujatim.id – Jarak yang memisahkan raga dengan para sahabat, tak membuat silaturahmi kami menjadi terputus. Ya, semenjak lulus kuliah, kami memutuskan untuk kembali ke kota masing-masing.
Saya mempunyai tiga sahabat perempuan yang sangat akrab, bahkan sudah kuanggap seperti saudara sendiri. Saat kuliah dulu, kami sering menghabiskan waktu bersama, mulai dari kerja kelompok, hunting foto, makan, hingga tidur bareng. Seakan-akan kalau tidak ada mereka, rasanya hampa.
Di antara mereka, hanya saya yang menjadi anak rantau dan harus menyewa kos untuk tempat tinggal. Bahkan, tempat kos saya dulu sudah seperti markas besar buat kami melakukan kegiatan di luar jam kuliah.
Kebersamaan selama tiga tahun itu bahkan membuat kami memiliki kesukaan yang sama, tak jarang dan tanpa disengaja kami pun mengenakan pakaian yang senada.
Hingga suatu momen, kelulusan tahun lalu membuat kami senang dan sedih. Senang karena kami sudah menyelesaikan kewajiban tamat kuliah tepat waktu, sedih karena kami harus berpisah dengan orang yang telah menemani dalam keadaan senang maupun sedih.
Saya harus kembali ke kampung halaman di Bojonegoro dan jauh dari mereka yang tinggal di ibu kota. Bahkan, saya pernah berjanji pada diri sendiri, suatu saat akan kembali mengunjungi ketiga sahabat saya itu.
Namun setelah berpisah raga, silaturahmi tak berhenti sampai di situ, kami tetap saling memberi kabar satu sama lain hingga saat ini. Kami biasanya mengagendakan pertemuan melalui video call setiap malam minggu. Rasa kangen akan terobati tentunya, meski hanya melihat wajah mereka di layar smartphone saja.
Saat silaturahmi, kami bergantian cerita tentang apa yang telah dilalui hari itu, mulai dari pekerjaan, keluarga, bahkan juga soal percintaan. Tak jarang mereka melakukan candaan mengenai penampilan saya yang katanya berubah daripada saat kuliah dulu.
Saya pun tak berani menimpali omongan mereka terlalu banyak, di samping sinyalnya yang kurang bagus, juga sedikit malu karena logat yang telanjur “medok”. Berbeda ketika 3 tahun kuliah dulu yang harus menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari.
Kadang kala, kami juga sering bertukar kado yang dikirim melalui jasa pengiriman paket. Hal itu membuat persahabatan kami semakin erat meski berjauhan.
Kalaupun boleh mengulang waktu, saya tak akan menyia-nyiakan kebersamaan dengan mereka. Bahkan, saya akan mendengarkan dengan baik apa pun yang mereka katakan. Sebab, kalau melihat kondisi saat ini, kami hanya bisa bertemu seminggu sekali, itu pun hanya melalui virtual. Namun, semua harus dijalani dengan ikhlas untuk masa depan masing-masing dari kami menjadi lebih baik.